Mengapa Baru 18,9 Persen Wilayah Adat Diakui Negara? Ini Alasannya!
JAKARTA, MATANUSANTARA — Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) mencatat hingga Agustus 2025 terdapat 33,65 juta hektare wilayah adat yang telah dipetakan dan didaftarkan oleh masyarakat adat di seluruh Indonesia. Namun dari total tersebut, hanya 18,9% atau 6,37 juta hektare yang telah diakui secara hukum oleh negara melalui peraturan daerah maupun keputusan kepala daerah.
Dalam siaran persnya (11/8/2025), BRWA menegaskan bahwa kesenjangan besar antara peta dan pengakuan hukum menunjukkan negara masih tertinggal dalam mengimbangi inisiatif masyarakat adat.
KPK Sebut 19 Daerah di Sulsel Masih Zona Merah SPI, Ungkap Fakta Baru di Makassar
“Pengakuan adalah fondasi penting dari upaya perlindungan dan pemajuan hak masyarakat adat. Negara harus segera mengesahkan RUU Masyarakat Adat untuk menjaga Indonesia tetap kokoh identitas ragam budayanya dan lestari keanekaragaman hayatinya,” tegas BRWA.
Tiga Status Pengakuan Wilayah Adat
BRWA menjelaskan terdapat tiga kategori status pengakuan wilayah adat saat ini:
Ketua PW Al-Washliyah Sumut Imbau Masyarakat Jaga Kondusifitas Daerah
1. Pengaturan
Wilayah adat di daerah yang telah memiliki produk hukum terkait tata cara pengakuan masyarakat adat, namun belum ditetapkan secara resmi.
2. Penetapan
Wilayah adat yang telah mendapatkan pengakuan negara dan memiliki kekuatan hukum tetap.
196 Napi “Bandel” Dipindahkan ke Nusakambangan, Daerah Asalnya Mengejutkan
3. Belum Ada Status
Wilayah adat yang belum masuk kategori pengaturan maupun penetapan.
Sebaran Wilayah Adat Berdasarkan Status (Agustus 2025)
Pengaturan: 24,69 juta hektare
Penetapan (diakui negara): 6,37 juta hektare
Tanpa status: 2,59 juta hektare
Memanas!! Kritikan Pedas Putra Daerah Palopo Untuk Kapolres AKBP Dedy
BRWA menegaskan bahwa angka luas wilayah yang telah dipetakan merupakan hasil kerja masyarakat adat bersama para pendamping pemetaan — bukan pemetaan yang dilakukan BRWA secara langsung.
Menurut lembaga tersebut, lambatnya penetapan hukum berpotensi membuka celah konflik, termasuk perampasan tanah adat, terutama yang berkaitan dengan ekspansi perkebunan dan industri ekstraktif.
Editor: Ramli
Sumber: Databoks

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan