TAKALAR, MATANUSANTARA –Momentum 100 hari kerja Pemerintah Takalar yang seharusnya menjadi catatan progres pembangunan dan pelayanan publik, justru ternoda dengan aksi kontroversial Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Takalar, Muhammad Hasbi.
Alih-alih menunjukkan kepemimpinan birokrasi yang transparan dan terbuka terhadap kritik, Sekda Hasbi justru melaporkan warganya sendiri ke polisi, hanya karena pemberitaan yang mengkritisi kebijakan Pemda.
Warga Takalar Digegerkan Penemuan Mayat Diatas Pohon Lontar Alias Tala
Semua bermula dari pemberitaan media lokal yang mengungkap berbagai masalah tata kelola di tubuh Pemerintah Kabupaten Takalar, yang secara langsung atau tidak, menyeret peran dan tanggung jawab Sekda.
Tak terima dengan kritik tersebut, Sekda Takalar justru mengambil jalur represif. Ia ditengarai melakukan intimidasi melalui media lain, mengarahkan tekanan agar media berhenti mengkritik dirinya.
Ketegangan ini kemudian memuncak saat muncul Karikatur Satir di media sosial yang menggambarkan sosok Sekda sebagai antikritik. Alih-alih menyikapi sebagai bentuk kebebasan berekspresi yang dijamin konstitusi, Sekda justru memilih melaporkan beberapa warga ke Polres Takalar.
Mirisnya, laporan tersebut langsung diproses. Polres Takalar memanggil dan memeriksa beberapa orang, bahkan menetapkan salah satu warga sebagai tersangka. Semestinya Polres sebelum penanganan mengenai kasus UU ITE, Polres terlebih dahulu melakukan kordinasi satu tingkat ke atas, dalam hal ini Polda Sulawesi Selatan (Sulsel)
Hal ini menuai kecaman dari berbagai kalangan karena dianggap sebagai bentuk kriminalisasi terhadap kebebasan berekspresi, sekaligus mengabaikan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 105/PUU-XXII/2024, yang dengan tegas menegaskan bahwa ekspresi kritik warga negara tidak dapat dipidana secara serampangan atas nama pencemaran nama baik.
“Frasa ‘orang lain’ dalam Pasal 27A UU ITE hanya berlaku untuk individu, bukan untuk institusi, jabatan, atau korporasi.” Dengan demikian:
• Pejabat publik seperti Sekda tidak bisa mengkriminalisasi kritik atas dirinya dalam kapasitas jabatan.
• Tindakan mengintimidasi media, aktivis, atau warga sipil atas dasar kritik terhadap kebijakan, dugaan korupsi, atau sikap anti-transparansi tidak lagi bisa dibenarkan secara hukum pidana.
Konflik Kepentingan Mengemuka
Aroma konflik kepentingan dalam kasus ini semakin tercium kuat ketika diketahui bahwa Kapolres Takalar saat ini menempati rumah jabatan milik Sekda Takalar, yang dijadikan rumah jabatan secara tidak lazim. Fakta ini menimbulkan dugaan adanya hubungan yang tidak independen antara pelapor (Sekda) dan penegak hukum (Kapolres), yang semestinya bersikap netral dalam memproses laporan masyarakat.
Kalapas Takalar Janji Besok Beri Klarifikasi Dugaan Napi Pemilik Sabu 80 Gram, Begini Alasannya
Praktik ini tidak hanya mencoreng profesionalitas institusi kepolisian, tetapi juga menandakan bahwa proses hukum di daerah dapat dikendalikan oleh elit birokrasi yang tidak siap menerima kritik.
Ketua Bidang Perlindungan HAM Badko HMI Sulsel “Iwan Mazkrib” sangat menyayangkan sikap dari Sekda Takalar, “Kami menganggap bahwa hanya karena kritik melalui Karikatur Satir, justru berujung kriminalisasi warga, itu terlalu lebay bagi seorang pejabat negara. Sikap demikian patut dianggap sebagai bentuk “abuse of power” atau penyalahgunaan kekuasaan untuk membungkam kontrol sosial. (ungkapnya).
Soal kritik dan pencemaran nama baik, kan sudah ada putusan MK. Belum lagi adanya dugaan Conflict of interest (rumah jabatan), Sekda Takalar dan Polres Takalar dari institusi yang berbeda tentu menuai banyak tudingan. Kan ada regulasi dan bisa jadi hal demikian tidak sehat. Untuk kriminalisasi warga, jika ini diteruskan kami anggap Sekda dan Kapolres abai serta diduga tidak tunduk pada putusan MK tersebut. Tentu ini akan menjadi ancaman bagi keberlangsungan HAM dan Demokrasi serta hilangnya penghormatan hukum di tubuh institusi khususnya di Kabupaten Takalar. Putusan MK hadir dalam rangka mencegah bangkitnya tirani lokal yang menekan demokrasi dari tingkat daerah. (tambahnya).
Kalapas Takalar Janji Besok Beri Klarifikasi Dugaan Napi Pemilik Sabu 80 Gram, Begini Alasannya
Kementerian HAM bersama Badko HMI Sulsel mendorong komitmen Diseminasi dan Penguatan HAM di tingkat daerah, khususnya di segmen aparat pemerintah. Berkaitan proses hukum tersebut, kami berharap ini akan menjadi bahan evaluasi menuju HUT Bhayangkara ke-79. Stop Kriminalisasi Warga. (Tegasnya).
Desakan Masyarakat Sipil
Masyarakat sipil, aktivis kebebasan pers, serta organisasi bantuan hukum menyerukan agar Kapolri dan Komnas HAM segera turun tangan untuk melakukan evaluasi atas proses hukum di Polres Takalar.
Selain itu, desakan juga diarahkan kepada Bupati Takalar untuk mengevaluasi kinerja Sekda yang dinilai telah mencederai prinsip good governance dan keterbukaan publik.
Jaksa Tahan Tersangka Kedua Kasus Korupsi Anggaran BBM DLHP Takalar, TA 2022 s.d 2023
Jika praktik antikritik ini terus dibiarkan, bukan tidak mungkin ruang demokrasi di Takalar akan menyempit, dan rakyat kehilangan hak konstitusionalnya untuk menyuarakan pendapat secara bebas dan bertanggung jawab.