JAYAPURA, MATANUSANTARA — Persatuan Kontraktor Listrik Se-Tanah Papua (PKLSP) resmi melayangkan somasi terbuka kepada PT PLN (Persero) Unit Induk Wilayah Papua dan Papua Barat (UIWP2B). Somasi itu menyoal kebijakan sepihak PLN yang mengalihkan proyek Material Distribusi Utama (MDU) maupun Non-MDU kepada perusahaan luar Papua melalui mekanisme shortlist dan joint procurement.
Langkah hukum yang dipimpin oleh Ghorga Donny Manurung, SH., MH., Koordinator Tim Kuasa Hukum PKLSP, menuding kebijakan PLN cacat hukum, diskriminatif, sekaligus mengkhianati amanat Otonomi Khusus Papua.
“PLN tidak boleh menyingkirkan pengusaha lokal. Kebijakan ini berpotensi melanggar hukum, merugikan negara, dan membunuh ekonomi masyarakat Papua. Bahkan dalam pengadaan material Non-MDU, harga vendor luar justru jauh lebih mahal dibandingkan penawaran kontraktor lokal,” tegas Ghorga, Senin (18/08/2025)
Somasi Singgung Monopoli dan Dugaan KKN
PKLSP menilai PLN telah melakukan penunjukan langsung sembunyi-sembunyi pada 14–15 Agustus 2025 di sejumlah UP3 PLN Papua. Ada dugaan dokumen dipalsukan, perusahaan tidak memenuhi kualifikasi tetap diloloskan, hingga ancaman blacklist bagi kontraktor lokal yang menolak tunduk.
“Kami menemukan indikasi kongkalikong antara oknum PLN dan perusahaan tertentu. Ini penunjukan cacat hukum dan sarat praktik KKN,” ujar Ghorga.
Selain berpotensi melanggar UU No. 5/1999 tentang Larangan Monopoli, kebijakan PLN juga dianggap bertentangan dengan UU Otsus Papua, Perpres No. 12/2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa, hingga Permen BUMN Per-08/2019.
Ancaman Ekonomi: Uang Papua Mengalir Keluar Papua
Ketua PKLSP, Humberth Rudolf Rumbekwan, menilai kebijakan PLN sama saja dengan mematikan ekonomi rakyat Papua.
“Kalau ini dibiarkan, anak-anak muda Papua kehilangan kerja, PAD hilang, dan uang dari Papua mengalir keluar. PLN jangan jadi simbol kolonialisme ekonomi baru di tanah Papua,” tegasnya.
Ultimatum 14 Hari: Siap Laporkan ke KPK
PKLSP memberi batas waktu 14 hari kerja bagi PLN untuk membatalkan kebijakan tersebut. Jika tidak, mereka siap menempuh langkah hukum: melapor ke KPPU, menggugat ke PTUN, melapor dugaan markup ke KPK, hingga meminta RDP dengan Komisi VI DPR RI.
Somasi itu ditembuskan ke berbagai lembaga strategis, mulai Kejati se-Papua, Polda se-Papua, Gubernur, hingga Menteri BUMN.
“Kami ingatkan PLN, taati hukum dan hormati Otsus Papua. Jika tidak, kami akan lawan dengan seluruh instrumen hukum yang tersedia. Pro Justicia demi tegaknya hukum dan keadilan di tanah Papua,” pungkas Ghorga.
Apakah kamu mau saya tambahkan versi analisis hukum mendalam (misalnya potensi pasal yang bisa menjerat PLN jika somasi ini berlanjut ke ranah pidana/korupsi)?
Analisis Hukum: Potensi Jeratan PLN Papua dalam Kasus Somasi PKLSP
Somasi yang dilayangkan PKLSP terhadap PLN Papua tidak hanya persoalan administrasi pengadaan barang/jasa, tapi juga menyentuh ranah pidana, korupsi, dan persaingan usaha tidak sehat.
1. UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Tipikor
Pasal 2 & 3 → dugaan penyalahgunaan wewenang dalam proses pengadaan (shortlist dan joint procurement) yang merugikan keuangan negara.
Pasal 7 → penggelembungan harga (markup) pada vendor luar Papua bisa dikualifikasi sebagai perbuatan memperkaya pihak lain secara melawan hukum.
Jika terbukti, ancaman hukuman: penjara seumur hidup atau maksimal 20 tahun, denda hingga Rp1 miliar.
2. UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
Pasal 17 → larangan monopoli, ketika PLN hanya menunjuk perusahaan tertentu dan menutup akses kontraktor lokal.
Pasal 19 huruf d → larangan praktik diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu.
Potensi sanksi: pembatalan perjanjian, denda hingga Rp25 miliar, bahkan rekomendasi pembubaran perusahaan penerima manfaat.
3. UU No. 11 Tahun 2009 jo. UU No. 6 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus Papua
PLN dituding mengabaikan amanat Otsus Papua yang mewajibkan pemberdayaan pengusaha asli Papua.
Jika dilawan, hal ini bisa dipersoalkan dalam ranah politik-hukum, terutama melalui DPR Papua atau Komisi VI DPR RI.
Konsekuensi: PLN bisa dinilai melanggar prinsip affirmative action bagi orang asli Papua.
4. Permen BUMN No. PER-08/MBU/12/2019 tentang Tata Kelola BUMN
PLN seharusnya menerapkan prinsip GCG (Good Corporate Governance): transparansi, akuntabilitas, independensi, dan kewajaran.
Pelanggaran aturan internal BUMN bisa menjadi dasar audit oleh BPKP dan pemeriksaan khusus oleh Menteri BUMN.
5. Aspek Perdata & Administrasi
PKLSP dapat mengajukan gugatan ke PTUN jika ada penunjukan langsung atau blacklist yang dianggap sewenang-wenang.
Bisa juga mengajukan class action untuk menuntut ganti rugi atas kerugian kontraktor lokal Papua.
Kesimpulan
Jika somasi PKLSP diabaikan, PLN Papua berisiko berhadapan dengan KPK, KPPU, PTUN, bahkan DPR RI. Dari sisi hukum, kasus ini tidak bisa dianggap ringan, sebab berlapis: mulai dari pelanggaran Tipikor, UU Anti Monopoli, hingga pengkhianatan terhadap Otsus Papua.
Dengan kata lain, kasus ini bisa menjadi preseden nasional: apakah negara serius memberdayakan pengusaha lokal Papua, atau justru membiarkan “kolonialisme ekonomi baru” bercokol lewat kebijakan BUMN.
Keterangan Foto
Koordinator Tim Kuasa Hukum PKLSP, Ghorga Donny Manurung, menunjukkan salinan somasi kepada wartawan di Jayapura, Senin (18/8/2025).
📰 Judul Foto
“Kuasa Hukum PKLSP Tunjukkan Somasi Resmi untuk PLN Papua”
Tagar Populer
#Somasi #PLNPapua #PKLSP #Papua #OtsusPapua #MonopoliUsaha #Markup #KPK #BreakingNews #KolonialismeEkonomi