Mata Nusantara

Akurat Tajam & Terpercaya

Rekaman Diam-Diam Pengakuan Pencuri, Sahkah Jadi Bukti Hukum?

Ilustrasi proses interogasi spontan oleh korban terhadap pelaku pencurian. Rekaman semacam ini kini menjadi bahan perdebatan hukum: sah sebagai bukti atau melanggar privasi. (Dok. Ilustrasi/MataNusantara/spesial/Chatgpt)

INDONESIA, MATANUSANTARA —Di era digital seperti sekarang, ponsel bukan sekadar alat komunikasi, tetapi juga saksi bisu dalam banyak perkara pidana. Kali ini, MataNusantara.co.id mencoba merangkum pertanyaan publik: apakah rekaman diam-diam atas pengakuan pelaku pencurian sah dijadikan bukti hukum?

Kasus semacam ini kerap muncul di tengah masyarakat. Korban yang berhasil menangkap pelaku di lokasi kejadian sering kali melakukan interogasi spontan, bahkan merekam pengakuan pelaku tanpa izin.

Geger di Sinjai! Pencuri Ayam Kepergok Warga Lalu Kabur Tinggalkan Motor di Lokasi

Rekaman itu kemudian dijadikan bahan laporan ke pihak kepolisian. Namun, di ruang peradilan, nilai pembuktian dari video tersebut tidak sesederhana yang dibayangkan.

Dalam hukum acara pidana, Pasal 184 ayat (1) KUHAP hanya mengakui lima jenis alat bukti yang sah, yaitu:

Polres Bone Jadwalkan Pemanggilan Ulang Terkait Kasus Pencurian Ikan di Cina

1. Keterangan saksi

2. Keterangan ahli

3. Surat

4. Petunjuk

5. Keterangan terdakwa

Video memang tidak disebut secara eksplisit dalam pasal tersebut. Namun, perkembangan teknologi dan hadirnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) membuka ruang baru. Rekaman video kini dapat dikategorikan sebagai dokumen elektronik yang sah dan dapat dijadikan alat bukti hukum.

Aksi Pencuri Bengkel di Selayar Terekam CCTV, Pelaku Ditangkap dalam Hitungan Jam

Meski demikian, sahnya bukti elektronik sangat bergantung pada cara memperolehnya.
Rekaman yang diambil secara diam-diam bisa diterima sebagai alat bukti jika tujuannya untuk melaporkan tindak pidana, bukan untuk mempermalukan pelaku. Dalam konteks ini, pengadilan menilai niat dan legalitas cara memperoleh bukti tersebut.

Jika korban merekam karena khawatir pelaku mengelak, atau untuk memperkuat laporan ke polisi, maka video itu dapat dinilai sebagai alat bukti petunjuk yang sah.

Terekam CCTV! Aksi Pencurian Nekat di Bengkel Selayar Bikin Warga Geger

Sebaliknya, bila rekaman tersebut disebarluaskan di media sosial di luar proses hukum, tindakan itu justru dapat menimbulkan masalah hukum baru.
Pelaku bahkan bisa melapor balik atas dasar pencemaran nama baik atau pelanggaran privasi, sebagaimana diatur dalam Pasal 26 UU ITE.

Ahli hukum pidana menegaskan, rekaman semacam ini tidak bisa berdiri sendiri sebagai bukti utama. Ia hanya dapat memperkuat alat bukti lain seperti keterangan saksi atau barang bukti hasil curian. Hakim akan menilai keaslian video, kondisi pelaku saat berbicara, dan apakah pengakuan itu diberikan tanpa paksaan.

Polisi Ringkus Sindikat Pencuri Kopra di Selayar, Rugi Korban Capai Rp100 Juta

Prinsip dasar hukum tetap sama: cara memperoleh bukti tidak boleh melanggar hukum.
Sekalipun video tersebut berisi pengakuan jujur dari pelaku, jika diperoleh melalui intimidasi atau ancaman, maka nilai pembuktiannya dapat gugur secara hukum.

Dengan demikian, masyarakat yang menghadapi kasus serupa sebaiknya menyerahkan rekaman tersebut langsung kepada aparat penegak hukum, bukan menyebarkannya ke publik. Di tangan penyidik, video itu bisa diuji, diverifikasi, dan dijadikan dasar penyelidikan lebih lanjut.

Kejati Sulsel Hentikan Penuntutan Empat Tersangka Pencurian Lewat Restorative Justice

Karena pada akhirnya, kebenaran hukum tidak hanya diukur dari apa yang terekam di layar, tetapi juga dari cara keadilan itu ditegakkan.

Editor: Ramli

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini
error: Content is protected !!