Mata Nusantara

Akurat Tajam & Terpercaya

Respons Kilat Menteri ATR/BPN di Tanjung Bunga Picu Reaksi Mahasiswa Makassar

Sejumlah aktivis dari Aliansi Mahasiswa Anti Mafia Hukum menyampaikan pernyataan sikap terkait dugaan ketimpangan penanganan sengketa tanah antara kalangan elite dan rakyat kecil di Makassar.

MAKASSAR, MATANUSANTARA — Respons supercepat Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) terhadap sengketa lahan di kawasan Metro Tanjung Bunga memantik reaksi keras dari sejumlah aktivis mahasiswa di Makassar.

Aktivis tersebut berasal dari Aliansi Mahasiswa Anti Mafia Hukum yang diketuai Cimeng. Mereka menilai pola penanganan pemerintah pusat memperlihatkan kontras mencolok dalam layanan pertanahan di Indonesia, terutama ketika menyangkut pihak-pihak berpengaruh.

Sengketa yang melibatkan Jusuf Kalla (mantan Wakil Presiden RI) dan PT Gowa Makassar Tourism Development (GMTD) itu direspons cepat, terkoordinasi, dan langsung mendapatkan perhatian pejabat pusat—bahkan sebelum persoalan menyentuh eskalasi yang lebih tinggi.

40 Saksi Diperiksa, Polisi Ungkap Motif Penembakan Pengacara di Tanah Abang

Namun pada saat yang sama, ratusan sengketa tanah milik rakyat kecil terus berjalan lambat, terhambat proses birokrasi, dan tidak mendapat perhatian yang setara. Ketimpangan inilah yang memicu kritik tajam dari mahasiswa.

“Kami menilai ada kejanggalan dalam pola penanganan yang terjadi. Sengketa tanah yang menyangkut tokoh besar seperti mantan Wakil Presiden ditangani secara cepat dan langsung, namun penyelesaian sengketa tanah rakyat kecil seperti berjalan di tempat. Ini menunjukkan adanya perlakuan yang tidak setara dalam layanan pertanahan,” tegas Cimeng, Ketua Aliansi Mahasiswa Anti Mafia Hukum, kepada matanusantara.co.id, Jumat (07/11/2025)

Tempo vs Mentan, Sengketa Berita Berujung Gugatan Rp200 Miliar

Respons kilat Menteri ATR/BPN di Metro Tanjung Bunga dinilai memperlihatkan adanya pola “kelas prioritas”. Sengketa yang melibatkan tokoh nasional atau korporasi besar langsung mendapatkan akses cepat ke koordinasi pusat.

Sebaliknya, sengketa masyarakat kecil justru terjebak dalam prosedur panjang yang tidak memiliki batas waktu.

Temuan lapangan Aliansi Mahasiswa Anti Mafia Hukum menunjukkan bahwa:

  • Warga kecil kesulitan mendapatkan akses informasi pertanahan yang jelas.
  • Proses mediasi sering tertunda dan tidak memiliki pola tindak lanjut.
  • Sebagian kasus bahkan tidak pernah mendapat kejelasan meski jalur administrasi telah ditempuh.

Di sisi lain, klarifikasi dan tindakan pejabat pusat terkait Metro Tanjung Bunga berlangsung cepat, menunjukkan adanya perbedaan perlakuan yang sulit diabaikan publik.

Diduga Palsukan Surat Aset Penda, Pemkot Makassar Melapor ke Polda Sulsel

Cimeng meminta pemerintah membuka secara transparan data status hukum dan sejarah kepemilikan lahan Metro Tanjung Bunga.

Menurutnya, kurangnya transparansi selama ini memicu kecurigaan, membuka ruang spekulasi liar, dan berpotensi memunculkan konflik horizontal di tengah masyarakat.

“Mengapa negara begitu cepat ketika menyangkut tanah elite, namun begitu lamban ketika menyangkut ruang hidup rakyat?” ujarnya.

Ribuan Pendemo Geruduk Sinar Galesong & BPN Makassar, Andre: Kami Juga Ikut Digugat

Ia menambahkan bahwa keadilan agraria tidak boleh bergantung pada seberapa besar nama atau pengaruh seseorang, tetapi harus tegak di atas asas hukum yang adil dan setara.

Kasus Metro Tanjung Bunga dinilai sebagai cermin retaknya wajah keadilan agraria di Indonesia. Negara dianggap belum mampu menjamin perlindungan hukum yang sama kepada seluruh warga, tanpa memandang status sosial maupun ekonomi.

“Tanah bukan sekadar aset tanah adalah hidup,” tutup Cimeng.

Aliansi Mahasiswa Anti Mafia Hukum memastikan akan terus mengawal kasus ini serta menyoroti ketimpangan layanan pertanahan hingga pemerintah benar-benar melakukan pembenahan menyeluruh.

Editor: Ramli

Sumber: Awi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini
error: Content is protected !!