Sedih! Remaja Membela Ibu dari Preman, Malah Dipenjara 8 Tahun, Dimana Hati Nurani?
MAKASSAR, MATANUSANTARA — “Ya Allah ya Karim…” Seruan ini menggema di tengah publik setelah seorang ustadz menyampaikan kritik pedih terhadap aparat penegak hukum atas nasib tragis seorang remaja yang dijatuhi hukuman delapan tahun penjara karena menganiaya preman yang diduga merampas uang ibunya setiap hari.
Dalam pesan yang kini viral, sang ustadz menukil sabda Rasulullah:“Qātil dūna mālik hatta takūna min syuhadā’il ākhirati au tamna’al mālak.” Bertarunglah demi hartamu sampai kau syahid atau berhasil mempertahankannya.
Ustadz itu juga menyinggung perbandingan yang menyesakkan dada, mengaitkan dengan insiden ojol yang tewas tertabrak mobil dalam demonstrasi besar-besaran menuntut pembubaran DPR RI.
“Pak, dia ini rakyat biasa yang memperjuangkan hartanya dalam kebenaran. Dia tidak menabrak ojol dengan barang kuda, Pak,” ujarnya lantang.
Dengan suara yang hampir pecah, ia melanjutkan, “Kita ini sudahlah enggak peduli dengan rakyat ketika mereka dizalimi… malah kita tangkap pula mereka saat melawan. Dia ini rakyat kecil yang membela ibunya. Sampai hatilah kita memenjarakan rakyat kecil seperti itu, Pak… Astagfirullahaladzim.” ungapnya
Tragedi Itu Dimulai dari Air Mata Seorang Ibu
Ibu remaja itu hanyalah seorang pedagang kecil. Setiap hari ia pulang membawa sisa tenaga dan uang hasil jerih payahnya.
Namun yang menyambutnya bukanlah kelegaan, melainkan ketakutan—ketakutan akan preman yang diduga menghentikan dan memerasnya hampir setiap hari.
Beberapa warga mengaku berkali-kali melihat sang ibu pulang sambil menangis, kehilangan uang yang ia dapatkan dengan memikul rasa lelah dan panas matahari.
Bagi seorang ibu, ia hanya bisa menahan luka itu.
Namun bagi seorang anak, melihat ibunya dizalimi adalah siksaan batin yang tak tertahankan.
Saat Emosi dan Tekanan Psikologis Memecah Batas Kesabaran
Tekanan yang menumpuk hari demi hari akhirnya membuat sang remaja meledak.
Dalam keadaan marah, takut, dan terdesak, ia melakukan perlawanan terhadap preman yang disebut sering merampas uang ibunya.
Peristiwa itu berlangsung cepat dan mengundang kerumunan. Polisi datang, dan tanpa banyak waktu, remaja itu langsung ditetapkan sebagai tersangka.
Sementara laporan dugaan pemerasan terhadap ibunya yang seharusnya menjadi pangkal masalah justru masih dalam tahap “penelusuran lebih lanjut”.
Vonis 8 Tahun: Petir yang Memecah Hati Keluarganya
Di persidangan, terungkap bahwa tindakan sang remaja lahir dari akumulasi tekanan, kemarahan, dan ketidakberdayaan karena melihat ibunya dihina dan dijahati hampir setiap hari.
Namun majelis hakim tetap menyatakan perbuatan itu sebagai tindak pidana berat.
Vonis: 8 tahun penjara.
- Delapan tahun bagi seorang remaja…
- Delapan tahun yang merenggut masa mudanya…
- Delapan tahun yang takkan menghapus air mata ibunya.
Publik pun terbelah. Sebagian menganggap proses hukum sudah sesuai aturan. Namun sebagian besar justru menangis membaca kisah ini:
Apakah penderitaan rakyat kecil selalu dianggap tidak relevan? Apakah keadilan hanya memihak pada yang kuat?
Keluarga Pasrah, Namun Luka Itu Teramat Dalam
Pihak keluarga menyatakan bahwa mereka menerima putusan itu meski terasa sangat berat. Mereka hanya memohon satu hal: laporan pemerasan terhadap sang ibu benar-benar diproses, agar tidak ada lagi warga kecil yang diperas tanpa belas kasih.
Aparat kepolisian menyebut penyelidikan kasus pemerasan tetap berjalan. Namun publik mempertanyakan: “Secepat itu menahan remaja, setelat itu membela seorang ibu korban premanisme?”
Pertanyaan yang Menggantung: Mengapa Rakyat Kecil Selalu yang Paling Mudah Dipenjara?
Kasus ini kembali menguak penyakit lama negeri ini.
- Premanisme yang dibiarkan hidup
- Laporan rakyat kecil yang lambat ditindak
- Warga yang terdesak hingga mengambil jalan sendiri
- Dan pada akhirnya, mereka pula yang masuk penjara
Para pemerhati hukum menyebut tragedi ini hanyalah satu dari sekian banyak kisah sunyi yang dialami rakyat kecil.
Sementara aparat masih memeriksa saksi-saksi, ada satu kenyataan pahit yang tak terbantahkan.
Ada seorang ibu yang menangis setiap malam, dan ada seorang anak yang tidur di balik jeruji bukan karena ia penjahat, tapi karena ia tak tahan melihat ibunya dizalimi.
Hingga berita ini ditayangkan awak media masih berupaya mencaritau lokasih dan kapan insiden ini terjadi.
Editor: Ramli
Sumber: @Lamberta (Instagram).

Tinggalkan Balasan