Makassar | Matanusantara.id – Mendengar kabar ‘gembong’ narkoba, Wempi Wijaya, anak bua dari Fredy Pratama (DPO Mabes Polri) lolos dari human mati, menantik amarah aktivis anti narkotika.
Aktivis tersebut diketahui seorang pria yang berprofesi sebagai lawyer termudah di Sulawesi Selatan (Sulsel) yang juga sebagai Ketua Gerakan Anti Narkotika (GRANAT) Kota Makassar, Habibi Masdin SH MH, menanggapi dengan tegas tuntutan JPU Kejari Makassar yang hanya menuntut kepada terdakwa hanya seumur hidup
“Kasus bandar narkoba Wempi Wijaya yang hanya dituntut hukuman seumur hidup oleh Jaksa Penuntut Umum, sangat mencederai penegakan hukum dalam pemberantasan narkoba” ujarnya saat ditelfond awak media, Minggu (19/05/2024)
Kata Habibi, seperti kita ketahui Wempi Wijaya bandar kelas kakap dan residivis kasus narkoba yang seharusnya di berikan tuntutan maksimal yakni hukuman mati. Ini sebagai efek jera terhadap pelaku – pelaku pengedar serta bandar narkotika lainnya.
“Ada beberapa contoh kasus saat ini yang baru yang berentetan dengan Wempi Wijaya, yakni kasus anak buah dari jaringan Fredy Pratama. Ada yang dituntut hukuman mati oleh jaksa penuntut umum hingga vonis hukuman mati oleh hakim. Olehnya itu besar harapan kami kepada majelis hakim pada pengadilan Negeri Makassar untuk memutuskan hukuman yang seberat – beratnya yakni hukuman mati sesuai dengan perbuatannya sebagai bandar nsekaligus residivis kasus narkoba,” tegas Habibi.
Padahal kata Habibi, meski hukuman mati bagi pelaku tindak pidana adalah salah satu pelanggaran hak asasi manusia (HAM) namun secara logika apakah para bandar tidak melakukan pelanggaran HAM ketika mengedarkan sabu kepada penerus bangsa kita terutama saat ini dalam masa pertumbuhan yang diketahui masa-masa itulah generasi atua penerus bangsa gampang terpengaruh terhadap pergaulan
“Demi selamatkan seluruh generasi yang saat ini dalam masa pertumbuhan, mungkin menuntut bandar narkoba hukuman mati wajar-wajar saja meski bertentangan HAM, lebih baik menghilangkan 1 nyawa orang dari pada harus menghancurkan masa depan generasi mudah dan selamatkan orang banyak, apalah artinya 1 orang jika hanya ingin menghancurkan generasi kita, saya harap hakim bisa lebih tegas dalam mempertimbangkan memberi hukuman para bandar yang bisa saja membuat anak cucu kita kelak menjadi korban jika 1 orang ini masih beraktivitas atau tidak dihilangkan”
Senadah dengan Habibi, dilansir dari halaman resmi BNN bahwa memberikan hukuman mati bagi Bandar Narkoba sesuai dengan ancaman Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 sudah tepat dan tidak melanggar Hak Asasi Manusia.
“Karena hukuman mati yang dijatuhkan kepada satu orang yang merusak dan menghancurkan orang banyak itu lebih baik daripada dia tetap hidup tapi kehancuran semakin besar bagi orang lain dalam suatu negara” kutip BNN yang diposting pada 05 Desember 2023.
Penegakan hukuman mati bagi Bandar Narkoba harus dilakukan demi kepentingan umat manusia yang lebih banyak dengan membunuh satu orang dapat menyelamatkan banyak orang lainnya sehingga membunuh bandar narkoba artinya dapat mengayomi masyarakat lainnya dari penyalahgunaan narkoba akibat peredarannya yang semakin meningkat.
Eksekusi hukuman mati bagi bandar narkoba tidak bertentangan dengan hak asasi manusia karena tidak bertentangan dengan Konvensi Internasional Hak Sipil dan Politik (ICCPR) sehingga hukuman mati dapat diterapkan di Indonesia dan juga hukuman mati di atur di dalam KUHP dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Sebelumnya diberitakan, Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Makassar, menuntut terduga bandar narkoba Wempi Wijaya dengan tuntutan hukuman pidana penjara seumur hidup.
Pembacaan Tuntutan tersebut dilakukan JPU pada sidang di Pengadilan Negeri Makassar (PN Makassar), Selasa 14 Mei 2024.
Dalam tuntutan jaksa, Wempi Wijaya dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana tanpa hak dan melawan hukum, menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar atau menyerahkan narkotika golongan 1 dalam bentuk tanaman yang beratnya melebihi 5 gram dan turut serta melakukan perbuatan secara tanpa hak menyalurkan psikotropika sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 114 ayat (2) jo Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika dan Pasal 60 ayat 2 Undang-Undang No 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Adapun barang bukti yang dihadirkan dalam persidangan berupa 1 HP merek Iphone 13 Pro Max dengan IMEI I 358275380817052 dan nomor simcard 0165525678, 1 unit HP Merk Samsung dengan IMEI I 352908910750080/01 IMEI 2 358482310750086/01 dan nomor simcard 0136007099, 63 plastik klip berisi narkotika jenis sabu dengan berat total sekitar 5211,2 gram dalam perkara Rulli Winarto dan Kiki Risky Ananda dirampas untuk dimusnahkan.
Selanjutnya barang bukti berupa 70 bungkus plastik bening berisi narkotika jenis sabu dengan berat total sekitar 14.187 gram yang melekat pada perkara Imran bin Mansyur dan Andi Arianto, 1 set alat hisap sabu yang terbuat dari botol bekas minuman larutan penyengar cap kaki tiga beserta pireks kaca dengan berat awal 0,0821 gram dan berat akhir 0,0710 gram dipergunakan dalam perkara Imran bin Mansyur.
Diketahui, dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Riyen Muliana sebagaimana tercatat dalam SIPP PN Makassar, mengurai perbuatan Terdakwa Wempi Wijaya di mana bermula pada pertengahan Januari 2023.
Saat itu keberadaan Terdakwa sedang berada di Malaysia. Ia kemudian dihubungi oleh petugas kepolisian yang melakukan “undercover buy “ yang mengaku bernama Yudhi.
Yudhi menghubungi terdakwa dan menanyakan kepadanya “apakah Terdakwa bisa memberikan tangkapan atau tidak, karena berdasarkan informasi Terdakwa dapat menurunkan narkotika jenis sabu dari Malaysia ke Indonesa dalam jumlah besar “.
Selanjutnya masih di pertengahan Januari 2023, Terdakwa memesan narkotika jenis sabu kepada temannya yang merupakan seorang bandar yang berada di Malaysia bernama Berry (warga negara Malaysia) melalui kontak whatsapp.
Berry kemudian bertanya kepada Terdakwa “ada uang berapa“ ? lalu Terdakwa mengatakan ada uang Rp2 miliar. Terdakwa lalu menyetor uang sebesar Rp2 miliar tersebut kepada Berry sebagai modal. Di mana dengan uang sebesar Rp2 miliar tersebut, Terdakwa akan dikirimi oleh Berry narkotika jenis sabu sebanyak 7.000 gram atau 7 kg.
Berry menjelaskan kepada Terdakwa bahwa dalam pelaksanaan pengiriman narkotika jenis sabu nantinya dari Malaysia ke Kota Parepare akan dikirim sebanyak 14 kg yaitu untuk Terdakwa 7 kg dan sisanya 7 kg lagi adalah titipan milik “orangnya Berry”.
Terdakwa Wempi Wijaya selanjutnya memberitahukan kepada saksi Yudhi jika ia bisa menurunkan narkotika jenis sabu sebanyak 14 kg ke Indonesia untuk dapat ditangkap, di mana dari 14 kg narkotika jenis sabu tersebut yang milik terdakwa adalah sebanyak kurang lebih sekitar 7 kg yang telah dibeli dengan cara menyetor uang sebanyak Rp2 miliar kepada bandar dari Malaysia yang bernama Berry.
Terdakwa menyampaikan kepada saksi Yudhi bahwa nanti ia akan memberitahukan kapan narkotika jenis sabu tersebut akan diturunkan di Indonesia melalui Pelabuhan Parepare asalkan pada saat dilakukan penangkapan nanti, narkotika jenis sabu yang milik Terdakwa jangan ikut ditangkap juga dan pada saat itu saksi Yudhi menyanggupi permintaan Terdakwa tersebut.
Sekitar tanggal 1 Februari 2023, Terdakwa kemudian menelepon kakak saksi Imran bin Mansyur yang bernama Wawan (DPO) untuk menerima narkotika jenis sabu yang akan dikirim dari Malaysia ke Pelabuhan Parepare.
Namun saat itu, Wawan tak bisa menyanggupi perintah Terdakwa dan akan mencari orang lain dulu. Tak lama kemudian, Wawan memberitahukan kepada Terdakwa bahwa yang akan menerima narkotika jenis sabu di Parepare adalah adiknya yang bernama Imran bin Mansyur.
Keesokan harinya tepatnya Rabu 1 Februari 2023 sekitar pukul 18.00 Wita waktu Malaysia, Terdakwa dihubungi oleh Berry yang memberitahukan kepada Terdakwa bahwa narkotika jenis sabu akan dikirim besok pagi ke Parepare dan agar orang Terdakwa yang akan menerima atau mengambil narkotika tersebut, untuk segera standby di sekitar Pelabuhan Parepare.
Esoknya tepatnya Kamis 2 Februari 2023, Terdakwa Wempi Wijaya yang saat itu masih berada di Malaysia dan sudah mendapatkan nomor handphone saksi Imran bin Mansyur dari Wawan segera menghubungi saksi Imran bin Mansyur dengan menggunakan handphone dengan nomor Malaysia dan menyuruh saksi Imran bin Mansyur untuk menerima narkotika jenis sabu di Pelabuhan Parepare.
Atas perintah dari Terdakwa Wempi Wijaya tersebut, malam harinya sekitar pukul 20.00 Wita, saksi Imran bin Mansyur yang sedang berada di Makassar segera berangkat dengan menggunakan mobil honda jazz sewaan atau rental menuju ke Parepare dan tiba di Pelabuhan Parepare keesokan harinya 3 Februari 2023.
Jumat 3 Februari 2023 sekitar pukul 03.00 wita Terdakwa kemudian dikabari oleh Berry bahwa “orangnya dia” yang akan mengirim narkotika bernama Andi Arianto dengan memberitahukan nomor handphonenya dan fotonya serta foto dua buah tas yang berisi narkotika jenis sabu.
Kemudian Terdakwa menelepon saksi Imran bin Mansyur dan menanyakan sudah sampai mana, lalu dijawab oleh saksi Imran bin Mansyur bahwa yang bersangkutan sudah sampai di Pelabuhan Parepare.
Selanjutnya sekitar pukul 09.30 Wita, Terdakwa mengirimkan nomor handphone saksi Andi Arianto selaku orang yang akan mengantar narkotika tersebut berikut nomor handphonenya dan foto saksi Andi Arianto beserta foto dua buah tas yang berisi narkotika jenis sabu kepada saksi Imran bin Mansyur agar memudahkan mereka dalam bertemu dan berkomunikasi nantinya.
Terdakwa lalu berkomunikasi melalui chat whatsapp dari nomor Terdakwa ke nomor handphone saksi Imran bin Mansyur.
Dalam komunikasi yang terbangun tersebut, Terdakwa mengirim nama, nomor handphone serta foto orang yang akan mengantar narkotika jenis sabu yang bernama Andi Arianto serta nomor handphonenya.
Adapun chat Terdakwa via whatsaap sebagai berikut: Password “na tizam “ lalu Terdakwa mengirimkan gambar berupa foto 2 buah tas yang berisi narkotika jenis sabu dengan keterangan yang mana menyebut “ini tasnya”, “ingat hati2”, “pantau sekitar”, “jangan langsung2”.
Lalu Terdakwa mengirim gambar yang berisi nomor handphone milik saksi Andi Arianto yang lain sembari memberikan keterangan yang menyebut “yang tadi salah nomor WA”, “Kl sdh mki baku tlp kbri k (kalo sudah kabari saya)”.
Pada hari Jumat 3 Februari 2023, Terdakwa mengetahui kalau saksi Imran bin Mansyur telah ditangkap oleh petugas Bareskrim Polri bertempat di Pinggir Jalan Bawah Gapura RW 05 Jalan Daeng Parani, Desa Mallusetasi, Kecamatan Ujung Kota Parepare, Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel).
Saat ditangkap, saksi Imran bin Mansyur oleh petugas Bareskrim Polri mengakui bahwa yang menyuruh menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar atau menyerahkan narkotika golongan I dalam bentuk bukan tanaman yang beratnya melebihi 5 gram adalah Terdakwa Wempi Wijaya.
Setelah saksi Imran bin Mansyur ditangkap oleh petugas Bareskrim Polri, Terdakwa sempat menanyakan kepada saksi Yudhi lewat telepon “kenapa semua narkotika jenis sabu sebanyak 14.187 gram tersebut ditangkap seluruhnya dan tidak dipisahkan terlebih dahulu barang miliknya. Saksi Yudhi lalu menyampaikan kepada terdakwa “nanti saja dipilah-pilahnya karena masih repot”.
Kemudian Terdakwa menyampaikan kepada saksi Yudhi untuk menukar narkotika jenis sabu miliknya yang rusak sebanyak 5.211 gram yang disimpan oleh “orang gudang” Terdakwa yang bernama Kiki Risky Ananda di daerah Makassar dan pada saat itu saksi Yudhi menyanggupi permintaan dari terdakwa tersebut.
Berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan Laboratoris Kriminalistik No.LAB: 0683/NNF/2023 tanggal 17 Februari 2023 dari Badan Reserse Kriminal Polri Pusat Laboratorium Forensik terhadap barang bukti yang disita dari saksi Imran bin Mansyur setelah dilakukan pemeriksaan secara Laboratoris Kriminalistik disimpulkan bahwa barang bukti dengan nomor: 0320/20-23/)F s/d 0323/2023/OF berupa Kristal warna putih adalah benar narkotika mengandung metamfetamina terdaftar dalam golongan I nomor urut 61 lampiran Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
Selanjutnya pada 3 Februari 2023, Terdakwa Wempi Wijaya yang saat itu masih berada di Malaysia menghubungi saksi Kiki Risky Ananda yang berada di Makassar dengan menggunakan nomor Terdakwa dan nomor saksi Kiki Risky Ananda dengan percakapan sebagai berikut:
Terdakwa: Oiii
: bangun
: siap kan itu anu jelek (maksudnya anu jelek adalah sabu yang jelek).
Kiki: Iye bos ini mau ma prg ambil
Terdakwa: 0878-6506-0867 tlp ini ambil yg 200 dsna
: jangan lama
Panggilan suara tak terjawab
: cek dlu bagus2
: itu yg diambil kembali punya jangan sampai saya d complain org lg kalo na trima
Kiki: Iye
Terdakwa: 0822-1369-2723
: tlp mko ktemu dmna
: Oiii
Panggilan suara tak terjawab
Saksi Kiki Risky Ananda yang dihubungi Terdakwa Wempi Wijaya melalui handphone adalah anak buah Terdakwa Wempi Wijaya yang menjadi “gudang penyimpanan“ narkotika jenis sabu milik Terdakwa Wempi Wijaya untuk menerima, menyerahkan narkotika jenis sabu dan kemudian mengedarkannya di daerah Makassar, dimana saksi Kiki Risky Ananda juga ditugaskan oleh Terdakwa Wempi Wijaya untuk menawarkan untuk dijual atau menjual narkotika jenis sabu sebanyak 5211,2 gram yang merupakan akumulasi sabu yang sebelumnya sudah Terdakwa pesan dari tahun 2019-2022 yang tidak laku dipasaran dan kemudian dikembalikan karena sering dibilang barang rusak yang masih berada di gudang penyimpanan dengan cara Terdakwa menyuruh saksi Kiki Risky Ananda menghubungi nomor 0822-1369-2723, di mana saksi Kiki Risky Ananda lalu menyuruh orang suruhannya lagi yaitu saksi Rulli Winarto untuk melaksanakan perintah Terdakwa Wempi Wijaya untuk menawarkan untuk dijual atau menjual narkotika jenis sabu tersebut di daerah Makassar.
Namun ternyata perbuatan Terdakwa Wempi Wijaya menyuruh saksi Kiki Risky Ananda dan saksi Rulli Winarto untuk menawarkan untuk dijual atau menjual serta menjadi perantara jual beli narkotika jenis sabu telah diketahui oleh pihak kepolisian.
Selanjutnya bertempat di depan Gedung Sekretariat Karang Taruna Provinsi Sulawesi Selatan Jalan. A.P Pettarani No.50 Blok F VII Rw.02 Bua Kana Kecamatan Rappocini, Kota Makassar Sulawesi Selatan, petugas dari Bareskrim Polri lalu menangkap saksi Rully Winarto dan ditemukan tas berwarna hitam bertuliskan BOKAIDL yang didalamnya berisi barang bukti narkotika jenis sabu sebanyak 63 bungkus dengan jumlah total kurang lebih 5,211,2 gram brutto.
Dari hasil interogasi petugas kepolisian Bareskrim Polri kepada saksi Rully Winarto, diketahui bahwa saksi Rully Winarto diperintahkan untuk bekerja mengantarkan narkotika jenis sabu oleh seorang perempuan yang bernama Kiki Risky Ananda.
Petugas dari Bareskrim Polri segera melakukan pencarian dan berhasil menangkap saksi Kiki Risky Ananda di Pasar Minasa Maupa Sungguminasa Tompobalang, Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.
Setelah Terdakwa mengetahui kalau orang suruhan dari Kiki Risky Ananda yang bernama Rully Winarto ditangkap oleh saksi Yudhi bersama dengan timnya dan juga mendengar kabar bahwa saksi Kiki Risky Ananda juga telah ditangkap pada hari Sabtu 4 Februari 2023, Terdakwa Wempi Wijaya langsung memutus komunikasi dengan saksi Yudhi dan tidak berhubungan lagi karena merasa dikhianati.
Berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan Laboratoris Kriminalistik Nomor 0682/NNF2023 tanggal 17 Februari 2023 yang ditandatangani oleh Dra.Fitryana Hawa (Kepala Sub Bidang Narkoba Forensik pada Pusat Laboratorium Forensik) dan Sandhy Santosa, S.FarmApt (Kaur Sub Bidang Baya Bidang Narkoba Forensik pada Pusat Laboratorium Forensik) terhadap barang bukti yang disita dari saksi Rulli Winarto, saksi Kiki Risky Ananda adalah benar mengandung metamfetamina terdaftar dalam golongan I nomor urut 61 lampiran Undang-undang Republik Indonesia No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
Selanjutnya tepat pada hari Senin 21 Agustus 2023 sekitar pukul 19.45 Wib bertempat di Saphire Precious (CIP Lounge) Terminal 1B Kedatangan International Bandara Soekarno Hatta Tangerang Banten, Terdakwa Wempi Wijaya telah ditangkap oleh petugas dari Bareskrim Polri sebagai orang yang masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) dalam kasus tindak pidana narkotika yang dilakukannya bersama dengan saksi Kiki Resky Ananda, Rully Winarto dan saksi Imran bin Mansyur serta saksi Andi Arianto (masing-masing telah dilakukan penuntutan dalam berkas perkara terpisah di Pengadilan Negeri Makassar dan Pengadilan Negeri Parepare).
Terdakwa Wempi Wijaya telah melakukan permufakatan jahat bersama-sama dengan saksi Kiki Risky Ananda dan Rully Winarto untuk menerima, menjadi perantara jual beli atau menyerahkan narkotika jenis sabu sebanyak 5.211,2 gram brutto di daerah Makassar.
Dalam dakwaan JPU, Terdakwa Wempi Wijaya juga disebut telah melakukan permufakatan jahat bersama-sama dengan saksi Imran bin Mansyur dan saksi Andi Arianto untuk menerima, menjadi perantara jual beli, menyerahkan narkotika jenis sabu sebanyak 14.187 gram di daerah Parepare.
Perbuatan Terdakwa yang telah melakukan permufakatan jahat bersama-sama dengan saksi Kiki Risky Ananda, saksi Rully Winarto, saksi Imran bin Mansyur dan saksi Andi Arianto dengan menawarkan untuk dijual, memberi, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar atau menyerahkan narkotika golongan I dalam bentuk bukan tanaman yang beratnya melebihi 5 gram tidak memiliki izin dari instansi yang berwenang dalam hal ini Departemen Kesehatan RI.
Atas perbuatannya tersebut, Terdakwa didakwa melanggar dugaan Pasal primair sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 114 ayat (2) jo Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika jo. Pasal 60 ayat 2 Undang-Undang No.5 Tahun 1997 tentang Psikotropika jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP subsider Pasal 60 ayat 3 Undang-Undang No.5 Tahun 1997 tentang Psikotropika jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Lp ; MHS
@matanusantara.id2024