MAKASSAR, MATANUSANTARA –Bertempat di Kantor Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel), Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi (Wakajati) Sulsel Zet Tadung Allo, SH.,MH mengikuti 2 (dua) ekspose untuk dimohonkan persetujuan Restoratife Justice (RJ) perkara dari Kejari Gowa dan Kejari Takalar, pada hari Kamis 06 Juni 2024.
Ekspose Perkara untuk Penghentian Penuntutan dilakukan secara virtual yang dihadiri oleh Plt Jampidum Leonard Eben Ezer Simanjuntak, S.H., M.H, Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda Nanang Ibrahim Sholeh, S.H., M.H., Wakajati Sulsel, Zet Tadung Allo, S.H,M.H, dan Kasi Oharda pada Seksi Tindak Pidana Umum.
Adapun Perkara Tindak Pidana yang dimohonkan Restorative Justice (RJ), yaitu;
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Sulsel mengatakan Kejari Gowa mengajukan 1 (satu) Perkara untuk dimohonkan Restorative Justice (RJ) yaitu Perkara Tindak Pidana Penganiayaan melanggar Pasal 351 pasal (1) KUHP, yang dilakukan oleh Tersangka Muh Said Dg Naja Bin Karim Dg Esa (40 tahun) terhadap saksi korban atas nama Hasan Dg Nai (48 tahun).
“Kejadian tersebut dilakukan oleh tersangka karena merasa korban telah mengambil kios tempat miliknya biasa berjualan. Sehingga korban langsung menganiaya korban” terang Soetarmi SH, MH melalui pers rilis, Kamis (06/06)
Adapun alasannya kata Soetarmi bahwa permohonan oleh pihak Kejari Gowa terhadap penanganan perkara ini karena tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana dan bukan residivis.
“Tindak pidana yang disangkakan terhadap tersangka, diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun, Tersangka dan Korban ada hubungan keluarga, Terpenuhinya persyaratan sesuai Surat Edaran Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Nomor: 01/E/EJP/02/22022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif” ujarnya
Kemudian, lebih lanjut kata Soetarmi Kejari Takalar mengajukan 1 (satu) Perkara untuk dimohonkan RJ yaitu Perkara Tindak Pidana yang melanggar Pasal 80 Ayat (1) Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Jo. Pasal 76C Undang-Undang RI No. 17 Tahun 2016 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang No. 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak atau Pasal 351 Ayat (1) KUHPidana, yang dilakukan oleh Tersangka Syamsiah Binti Maileng (46 tahun) terhadap anak korban atas nama Syamsardika (17 tahun).
“Bahwa kejadian penganiayaan yang dilakukan oleh Tersangka kepada anak korban atas nama Syamsardika (17 Tahun) disebabkan karena tersangka emosi dan melakukan penganiayaan yang mengakibatkan luka lecet pada bagian perut bawah sebelah kiri” jelasnya.
Adapun alasannya kata Soetarmi, permohonan RJ oleh pihak Kejaksaan Negeri Takalar karena Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, Tindak pidana yang disangkakan terhadap tersangka, diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari 5 (lima) Tahun, Luka yang diderita oleh anak korban kondisinya sudah pulih dan sembuh ketika dilakukan proses RJ, serta telah ada perdamaian kedua belah pihak.
Diakhir Rapat Ekspose Perkara, Pit JAM PIDUM Leonard Eben Ezer Simanjuntak, S.H. M.H., mengingatkan kembali kepada seluruh jajaran Kejaksaan
“bahwa keadilan restoratif merupakan penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada restorasi, dan bukan retribusi” terang Soetarmi seperti yang di katakan oleh Jampidum.