MAKASSAR, MATANUSANTARA –Idul Adha 1446 Hijiria tahun 2025 Masehi baru saja berlalu. Suasana religius masih terasa, aroma daging kurban pun belum sepenuhnya lenyap dari dapur warga. Namun, di tengah semangat pengorbanan dan solidaritas ini, satu ‘dosa sosial’ tetap aman berkeliaran: korupsi.
Farid Mamma, Direktur Pusat Kajian Advokasi Anti Korupsi (PUKA) Sulsel, tak bisa menahan senyum getir saat membahas ironi ini.
Pukat Dukung Kapolsek Biringkanaya dan Lurah Daya Jaga Ketertiban dan Kenyamanan Masyarakat
“Setiap tahun kita sembelih hewan, tapi perilaku koruptif tetap dibiarkan hidup. Seolah-olah korupsi punya kartu bebas kurban,” ujar Farid, Jumat (6/6), sembari menyandingkan perayaan Idul Adha dengan semangat pembersihan diri.
Farid mengingatkan, esensi Idul Adha bukan sekadar menyembelih sapi atau kambing, tapi juga menyembelih ego, kerakusan, dan tentu saja… niat memperkaya diri lewat uang rakyat.
Propam Akan Selidiki Kasus Tangkap Lepas Bandar Narkoba oleh Polres Jeneponto, PUKAT Turut Dukung
“Kalau bisa disumbangkan hewan kurban untuk acara kantor, kenapa tidak disumbangkan juga integritas?” celetuknya, menyentil kebiasaan sebagian pejabat yang lebih sibuk pencitraan daripada pembenahan.
Ia menyarankan agar momentum pasca-Idul Adha dijadikan ajang refleksi: bukan hanya bertanya siapa dapat daging, tapi juga siapa yang masih tega makan dari uang haram.
Advokat WNR Dipolisikan, PUKAT Sulsel: Hak Imunitas Tidak Bersifat Mutlak
“Bayangkan, orang rebutan daging kurban, tapi di tempat lain, ada yang menikmati daging proyek dengan markup 300 persen. Siapa yang sebenarnya lapar?” tanya Farid, setengah serius, setengah menyindir.
PUKA Sulsel sendiri mendorong agar pemerintah daerah menjadikan bulan Dzulhijjah sebagai bulan evaluasi integritas. “Bukan cuma rapat APBD, tapi juga rapat nurani,” tambahnya.
Menutup perbincangan, Farid memberi sindiran pamungkas: “Kurban itu pengorbanan, korupsi itu pengkhianatan. Jangan sampai habis daging, korupsinya tetap kenyang.”