MAKASSAR, MATANUSANTARA — Pernyataan Jaksa Agung RI, ST Burhanuddin, yang meminta jajaran kejaksaan untuk tidak gegabah dalam menyelidiki dugaan korupsi kepala desa, mendapat sorotan tajam dari sejumlah pegiat anti-korupsi.
Dalam arahannya, Jaksa Agung menyatakan bahwa kepala desa merupakan bagian dari masyarakat awam yang tidak sepenuhnya memahami aturan keuangan negara. Ia mengimbau agar penindakan dilakukan secara selektif dan hanya jika terdapat mens rea atau niat jahat yang jelas.
ST Burhanuddin Ingatkan Jajaran Kejaksaan: Hukum Harus Humanis, Bukan Sekadar Menghukum
“Renungkan dulu, kepala desa itu orang kampung, swasta yang belum tentu paham keuangan negara. Jangan asal periksa, saya akan buat aturannya,” ucap Burhanuddin.
Namun, pernyataan itu langsung memicu respons dari aktivis dan pengamat hukum yang khawatir pendekatan tersebut dapat disalahartikan sebagai sinyal melemahkan semangat pemberantasan korupsi di tingkat akar rumput.
Jaksa Agung Tunjuk Dr. Andi Faik Jabat Kajari Mamasa
PUKAT Sulsel: Tidak Ada Ruang untuk Toleransi Terhadap Korupsi
Direktur Pusat Kajian Advokasi Anti Korupsi Sulawesi Selatan (Pukat Sulsel) Farid Mamma SH, MH, menyatakan bahwa semestinya Kejaksaan tetap teguh pada prinsip bahwa setiap pelaku korupsi harus ditindak, tanpa memandang latar belakang.
Staf Ahli Jaksa Agung Leonard Eben Buka Seminar Budaya Unggul Dari Sulsel Untuk Indonesia
“Jabatan kepala desa bukan alasan untuk diberikan perlakuan khusus. Kalau ada dugaan penyimpangan, tetap harus ditindaklanjuti sesuai hukum. Jangan sampai pernyataan ini jadi justifikasi impunitas,” ujarnya kepada media saat dimintai tanggapan atas pernyataan Jaksa Agung RI yang viral di Medsos baru-baru ini, Sabtu (26/07)
Puang Farid, juga mengingatkan bahwa banyak kasus korupsi dana desa yang merugikan negara dalam skala besar dan berdampak langsung pada masyarakat pedesaan.
LAKSUS: Jangan Kirim Pesan Yang Salah
Sementara itu, Direktur Lembaga Anti Korupsi Sulsel (Laksus) menilai bahwa pernyataan Jaksa Agung harus diperjelas agar tidak menimbulkan multitafsir.
ST Burhanuddin Ingatkan Jajaran Kejaksaan: Hukum Harus Humanis, Bukan Sekadar Menghukum
“Boleh bijak, tapi jangan melemah. Kalau tidak hati-hati, ini bisa disalahpahami sebagai pembiaran. Apalagi sudah banyak laporan dari BPK dan masyarakat soal penyimpangan dana desa,” kata Muhammad Ansar.
Ia juga mendesak agar Kejaksaan tetap bekerja profesional, dan tidak terpengaruh oleh kepentingan politik lokal maupun tekanan sosial.
Daftar Nama Kajari di Sulsel Masuk Dalam Daftar Gerbong Mutasi Kejagung RI
Menjaga Keseimbangan Antara Edukasi dan Penindakan
Meski kritik mengemuka, sebagian pihak tetap melihat positif dari pendekatan Jaksa Agung. Praktisi hukum yang sudah cukup dikenal di kalangan Pengacara M. Syafri lHamzah SH, MH, mengatakan bahwa pesan Burhanuddin sesungguhnya mengarah pada perlunya pendekatan yang edukatif dalam penegakan hukum.
Ikuti Giat Analisis Jabatan, Kajati Sulsel Siap Tindak Lanjuti Arahan Kejagung RI
“Yang perlu dijaga adalah keseimbangan. Jangan asal tangkap, tapi jangan pula membiarkan praktik korupsi merajalela,” ungkapnya.
Pernyataan Jaksa Agung ini menjadi titik kritis dalam diskursus hukum nasional: apakah negara bisa tegas tanpa kehilangan sisi humanis?