Aliansi FKIP Satu Unismuh Makassar Refleksikan Sumpah Pemuda Lewat Aksi
MAKASSAR, MATANUSANTARA — Dalam momentum peringatan 97 tahun Sumpah Pemuda, mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi FKIP Satu Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar memilih untuk memperingatinya bukan dengan seremoni, melainkan melalui aksi unjuk rasa sebagai bentuk refleksi dan kritik terhadap kondisi sosial, politik, dan hukum di Indonesia.
Peringatan yang digelar 28 Oktober 2025 ini menjadi ruang perenungan bagi para mahasiswa untuk kembali menegaskan makna “Sumpah Pemuda” sebagai simbol persatuan dan semangat perjuangan melawan ketidakadilan.
Dalam aksi tersebut, Aliansi FKIP Satu menyuarakan empat poin tuntutan utama yang mereka nilai mendesak untuk segera disikapi pemerintah, yakni:
1. Evaluasi Tim Transformasi Reformasi Polri.
2. Bebaskan Aktivis 17+8 yang ditahan.
3. Evaluasi kinerja satu tahun kepemimpinan Prabowo–Gibran.
4. Wujudkan pendidikan gratis, ilmiah, dan demokratis.
“Momen refleksi Sumpah Pemuda tidak layak jika diperingati dengan seremonial yang berisi kebahagiaan, sementara masih banyak problematika kebangsaan yang belum terselesaikan,” tegas Irsyad (Respek), Jenderal Lapangan sekaligus Ketua Bidang Advokasi BEM FKIP Unismuh Makassar, dalam orasi ilmiahnya.
Irsyad menegaskan bahwa aksi unjuk rasa adalah bentuk hadiah rakyat terhadap penguasa, karena di dalamnya terkandung simbol protes, kekecewaan, sekaligus harapan untuk kesejahteraan rakyat.
Sementara itu, Dimas Dwi Nugraha, Koordinator Lapangan sekaligus Ketua Bidang Sumber Daya Mahasiswa BEM FKIP, menyampaikan kritik keras terhadap penguasa yang dinilainya “mati nurani” karena abai terhadap penderitaan rakyat.
Senada dengan itu, Jesmin, Ketua Bidang Pengkajian dan Penalaran BEM FKIP, menyoroti isu penangkapan aktivis 17+8, yang ia sebut sebagai bentuk abuse of power oleh aparat penegak hukum.
Aliansi FKIP Satu merupakan wadah gerakan mahasiswa yang menghimpun seluruh mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Unismuh Makassar, yang terstruktur dari tingkat jurusan hingga lembaga fakultas seperti BEM dan PIKOM IMM FKIP.
Selain orasi ilmiah, aksi ini juga diwarnai penampilan teatrikal dari Himpunan Mahasiswa Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia serta aksi live mural dari Hima Prodi Seni Rupa.
Dua penampilan tersebut menjadi simbol bahwa perlawanan tidak selalu berbentuk teriakan dan pembakaran ban, melainkan juga dapat disampaikan melalui ekspresi seni dan intelektual.
“Sekecil apa pun, perlawanan tetaplah perlawanan,” ucap Ahlil, Ketua HMP Pendidikan Sosiologi, dalam orasinya.
Sementara Dani, Ketua Bidang Advokasi HMP PGSD, menegaskan bahwa mati dalam keadaan apatis adalah dosa besar bagi seorang pemuda.
Menutup aksi, Respek kembali menegaskan bahwa perjuangan mahasiswa tidak berhenti pada satu momentum.
“Ini bukan yang pertama dan bukan yang terakhir Aliansi FKIP Satu turun ke jalan. Nafas perjuangan masih panjang, dan api perlawanan harus terus menyala,” tegasnya sebelum massa aksi membubarkan diri dengan tertib dan damai.
Editor: Ramli
Sumber: FAJAR

Tinggalkan Balasan