MAKASSAR, MATANUSANTARA –Terpantau awak media di Jalan Gatot Subroto, tembus ke Jalan Tol, Kelurahan Kaluku Bodoa, Kecamatan Tallo, seorang warga blokade fasilitas umum (fasum), Minggu 01 September 2024.
Fasum yang di Blokade tersebut terpampang jelas banner tang bertuliskan “Larangan Ketat Untuk Masuk, Tanah Ini Dalam Pengawasan Sigit Kurniawan, SH. (Ketua Tim), Yudhistira Yoga Utama, SH, Takbir Salam, SH, Tanah Ini Sah Milik Sri Kustiati dan Muhammad Rais Memasuki dan Memanfaatkan Tanpa Seizin Sigit Kurniawan, SH. (Ketua Tim) Ancaman Pidana Pasal 167 JO.389 JO.551 KUHP”
Menurut informasi yang dihimpung, kedua nama warga yang di tertulis di banner yang terpampang itu, adalah pemilik lahan dan meminta Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar membayar ganti rugi lahan sebesar Rp 12,5 miliar.
Ternyata, warga ini sebelumnya telah menempuh jalur hukum dan telah ada putusan inkrah dari Mahkamah Agung (MA).
“Sudah ada putusan pengadilan, sudah ada perintah di mana dalam putusan Pengadilan Negeri Makassar, itu amarnya saja jelas bahwa Pemerintah Kota Makassar yang telah memasukkan tanah milik penggugat ke dalam aset Pemerintah Kota Makassar tanpa diberikan atau belum diberikan uang ganti rugi adalah perbuatan melawan hukum,” kata Kuasa Hukum Pemilik Lahan Takbir Salam, seperti yang dikutip detikSulsel, Sabtu (31/8/2024).
Takbir mengatakan pihaknya mengajukan gugatan ganti rugi ke Pengadilan sebesar Rp 12,5 miliar. Namun, setelah ada putusan Mahkamah Agung dan telah inkrah, Pemkot Makassar belum juga melaksanakan putusan tersebut.
“Gugatannya, saya meminta 12,5 M, itu ada hitungan per meternya,” kata Takbir Salam.
Dia menjelaskan jalanan tersebut dibangun di atas tanah milik warga antara lain yaitu Muhammad Yahya dengan luas 1.302 meter persegi dan tanah milik Muhammad Rais seluas 489 meter persegi.
Lebih lanjut, Takbir menekankan bahwa pemerintah wajib menaati putusan MA, yaitu melaksanakan ganti rugi lahan kepada warga.
“Setelah ada putusan Mahkamah Agung dan sudah inkrah, tetap tidak ada iktikad baiknya Pemerintah Kota Makassar untuk melakukan pembayaran,” ujarnya.
“Itu jelas, oleh karena itu dinyatakan diwajibkan diperintahkan kepada Wali Kota Makassar untuk melakukan pembayaran kepada para penggugat,” lanjutnya.
Dia menjelaskan sebelum menempuh jalur hukum, pihaknya telah melakukan beberapa upaya. Mereka telah mengirimkan surat permohonan pembayaran kepada Pemkot Makassar, namun tidak ada respons.
Takbir mengaku melakukan gugatan ke Pengadilan atas arahan dari Pemkot Makassar. Dia menilai Pemkot Makassar tidak konsisten dengan ucapannya, pihaknya menduga setelah adanya putusan Pengadilan, Pemkot akan membayar ganti rugi.
“Kenapa saya katakan tidak konsisten, dia suruh kita menggugat di Pengadilan, seolah-olah setelah ada gugatan dan dinyatakan inkrah dia proses pembayarannya, ternyata tidak juga,” ucapnya.
Menurut Sigit Kurniawan selaku tim Kuasa Hukum pemilik lahan mengatakan jika Pemkot Makassar mempersulit pihaknya. Setelah ada putusan MA, mereka diarahkan untuk mengurus pelepasan aset di Kementerian Keuangan. Namun, katanya, respons Kemenkeu justru berbeda.
“Jadi Pemkot Makassar melalui Dinas Pertanahan membebani kita itu untuk melakukan permohonan pelepasan aset, yang mana itu harus sampai mendapat persetujuan Menteri Keuangan,” kata Sigit Kurniawan.
“Alih-alih Menkeu sependapat dengan Pemkot, ternyata Menkeu memberi tanggapan yang eksplisit bahwa tidak perlu pelepasan aset, tinggal diatur saja panitia pelaksana penyerahan sertifikat,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Pengadaan dan Pemanfaatan Tanah, Ismail Abdullah menyampaikan pihaknya telah menerima putusan Pengadilan sejak tahun lalu. Dia menjelaskan ada dua prosedur yang harus ditempuh oleh pemilik lahan agar diberikan ganti rugi.
“Jika ingin dilakukan ganti rugi, silakan melakukan pengembalian batas terlebih dahulu ke BPN Kota Makassar, itu yang pertama catatannya. Kedua, disarankan atas putusan kemenangan di Pengadilan itu silakan untuk melakukan pengurusan dikeluarkan dari daftar aset Jalan Subroto itu seluas berapa yang diklaim di Mentri Keuangan,” kata Ismail saat dikonfirmasi detikSulsel, Sabtu (31/8/2024).
Ismail menjelaskan bahwa jalanan tersebut telah terdaftar sebagai aset Pemerintah. Dia mengaku pihaknya tidak bisa langsung melakukan ganti rugi tanpa prosedur tersebut, karena akan melanggar kaidah yang telah diberikan.
“Putusan Pengadilannya itu beda halnya seandainya itu barang bukan aset. Ini barang, barang aset. Hati-hati kita, kami dipantau oleh MCP KPK,” ujarnya.
“Kalau aset, berdasarkan penyampaian MCP KPK kepada kami, kalau aset harus ada persetujuan pelepasan dulu dari Menteri Keuangan, baru ada pelepasan aset atau ganti rugi,” lanjutnya.
Lebih lanjut, dia merespons soal Kuasa Hukum pemilik lahan mengatakan tanggapan Kemenkeu berbeda dengan Pemkot Makassar.
“Kalau memang sudah dari Menteri Keuangan, kami butuh catatan hitam di atas putih, bukan hanya katanya,”ucapnya.