MAKASSAR, MATANUSANTARA –Penanganan kasus sengketa lahan di Dusun Panaikang, Desa Moncongloe, Kabupaten Maros, kembali menjadi perhatian publik. Budiman, selaku pelapor dan pemilik sah lahan, mengungkap sejumlah kejanggalan dalam proses hukum yang ditangani Polsek Moncongloe dan Polres Maros.
Dalam konferensi pers yang digelar pada Senin 21 Juli 2025, di sebuah kafe di Jalan A.P. Pettarani, Kota Makassar. Ia menyampaikan langsung kegelisahan dan tekanan psikologis yang dialaminya selama kasus ini berjalan.
Bahkan, Ia mengaku sempat menjalani perawatan medis akibat tekanan mental yang di alami dalam menghadapi proses hukum yang dinilainya tidak berpihak pada korban.
Diketahui, Budiman melaporkan kasus dugaan perampasan dan pengrusakan lahan miliknya melalui Laporan Polisi Nomor: LP/B/25/III/2024/SPKT/Polsek Moncongloe/Polres Maros/Polda Sulsel.
Perkembangan perkara tersebut terakhir tertuang dalam Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) Nomor: B/48/VI/Res.1.6/2024/Reskrim.
Namun, ironisnya dari delapan orang yang diduga kuat terlibat dalam peristiwa tersebut, hanya satu orang berinisial A (Adam) yang ditetapkan sebagai tersangka.
Padahal dalam proses gelar perkara yang dilaksanakan di Polres Maros, menurut Budiman, seluruh nama pelaku disebutkan dengan jelas, termasuk Angga, Zulkifli, Agung, Sirajuddin, Syahril, serta dua pelaku lainnya, salah satunya bahkan tidak memiliki identitas yang jelas.
“Kami sangat keberatan. Semua nama itu muncul saat gelar perkara, tetapi hanya Adam yang dijerat pasal. Ini bentuk ketidakadilan yang nyata. Bukti-bukti keterlibatan kolektif sangat jelas, kenapa hanya satu orang yang diproses?” ungkap Budiman dengan nada kecewa.
Ia juga menilai, aparat penegak hukum telah mengabaikan unsur pengrusakan yang sangat nyata di lokasi sengketa. Tindakan pemasangan patok secara paksa dan penutupan akses lahan yang dilakukan secara terang-terangan menurutnya masuk dalam kategori tindak pidana pengrusakan, sebagaimana diatur dalam Pasal 406 KUHP.
“Pasal 406 KUHP dan Pasal 55 tentang turut serta seharusnya diberlakukan. Ini bukan tindakan individu, tapi kelompok. Jika hukum benar ditegakkan, maka semua yang terlibat harusnya diproses,” tegasnya.
Budiman menuding penyidik di Polsek Moncongloe telah melakukan pembiaran bahkan tidak menutup kemungkinan adanya intervensi dalam proses penanganan perkara.
Ia juga menyoroti proses gelar perkara khusus di Polres Maros yang menurutnya tidak berjalan transparan, dalam forum tersebut, menurutnya, Berita Acara Pemeriksaan (BAP) tidak dibacakan secara utuh, dan bukti rekaman video yang sudah diserahkan tidak dijadikan bahan pertimbangan dalam penyidikan.
“Gelar perkara itu seharusnya jadi forum yang transparan dan objektif. Tapi yang saya alami sebaliknya. Keterangan saya diabaikan, bukti tidak dibuka, pelaku seolah dilindungi,” jelasnya.
Lebih lanjut, Budiman menyampaikan bahwa kuasa hukumnya dari Kantor Hukum Padeng dan Singmangkulangit telah mengajukan permohonan gelar perkara lanjutan ke Polda Sulsel sejak 9 Juni 2025. Namun hingga saat ini, belum ada tanggapan resmi dari pihak kepolisian.
“Saya bingung, apakah negara ini masih negara hukum atau justru negara diam? Permohonan resmi kami tidak direspons, padahal ini menyangkut hak kepemilikan yang sah dan perlindungan hukum terhadap warga negara,” katanya.
Ia juga menyoroti potensi rusaknya kepercayaan masyarakat terhadap institusi penegak hukum jika kasus seperti ini dibiarkan tanpa kejelasan. Menurutnya, jika penyidik tidak profesional dan terkesan berpihak, maka rasa keadilan tidak akan pernah tercapai.
“Saya minta Kapolres Maros, Kapolda Sulsel, hingga Kompolnas turun tangan. Lakukan evaluasi terhadap penyidik yang menangani kasus ini. Gelar perkara harus dilakukan ulang, terbuka, dan melibatkan kami sebagai korban,” tegas Budiman.
Diakhir pernyataannya, Budiman menyerukan pentingnya perlindungan hukum bagi masyarakat kecil yang kerap menjadi korban mafia tanah dan ketidakadilan proses hukum.
“Kalau hukum hanya berpihak pada yang kuat, maka jangan salahkan rakyat bila akhirnya tidak lagi percaya pada keadilan. Saya hanya minta satu hal: tegakkan hukum seadil-adilnya bersambung” (**)