MAKASSAR, MATANUSANTARA -— Tekanan publik terhadap penanganan dugaan penculikan dan penyekapan terhadap pegawai BUMN Andi Asri kian menguat. Tim kuasa hukum korban resmi melaporkan Rahmat, seorang vendor pengadaan barang/jasa di lingkup Pemerintah Kota Makassar, bersama beberapa warga sipil lainnya ke Polda Sulawesi Selatan atas dugaan tindak pidana perampasan kemerdekaan.
Laporan tersebut teregister dalam LP/B/727/VII/2025/SPKT/POLDA SULSEL tertanggal 31 Juli 2025, dengan dugaan pelanggaran Pasal 333 KUHP. Kuasa hukum korban, Hadi Soetrisno, S.H., menyebut peristiwa ini sebagai preseden buruk yang mencederai prinsip due process of law.
“Kami melihat adanya upaya persekongkolan jahat dan praktik main hakim sendiri. Klien kami dijemput tanpa dasar hukum yang sah, lalu dipindahkan antardaerah tanpa prosedur resmi. Ini bukan penegakan hukum, ini penculikan berselubung,” tegas Hadi, Jumat (1/8/2025).
Peristiwa bermula pada 17 Juli 2025 malam, saat sekelompok orang yang diduga anggota Resmob Polres Majene mendatangi Wisma Puri Lembang, Kabupaten Majene, Sulawesi Barat. Mereka membawa Andi Asri tanpa memperlihatkan surat perintah atau laporan polisi. Ia ditahan satu malam di Polres Majene tanpa pendampingan hukum.
Putusan 10 Bulan untuk Bos Skincare Bermerkuri Dinilai Tak Realistis, PUKAT Sulsel: Lapor ke KY
Pada hari berikutnya, 18 Juli 2025, Andi Asri kembali dipindahkan ke Makassar oleh Rahmat dan beberapa warga sipil lainnya menggunakan kendaraan pribadi tanpa pengawalan resmi dan dokumen hukum yang sah. Tidak ditemukan surat tugas dari kepolisian yang mengesahkan tindakan tersebut.
“Warga sipil memindahkan seseorang antardaerah dari kantor polisi ke kantor polisi lain, tanpa ada surat tugas atau laporan hukum. Apa lagi kalau bukan penyekapan?” kata Hadi, kepada media, Jumat (01/08/2025)
Kasus Penahanan Mobil Tangki PT. Ronal Jaya Energi, PUKAT Sulsel: Bisa Masuk Ranah Korupsi
Merespons laporan tersebut, Direktur Pusat Kajian Advokasi Anti Korupsi Sulawesi Selatan (PUKAT Sulsel) Farid Mamma, S.H., M.H., mendesak Polda Sulsel dan Polda Sulbar segera melakukan penyelidikan terbuka dan tidak diskriminatif. Ia menegaskan bahwa prinsip equality before the law wajib dijunjung.
“Kalau warga biasa bisa ditindak cepat, mengapa warga yang dekat dengan kekuasaan justru dibiarkan bebas? Jangan sampai hukum hanya tajam ke bawah, tumpul ke atas,” katanya dengan nada tegas.
Kasus Penahanan Mobil Tangki PT. Ronal Jaya Energi, PUKAT Sulsel: Bisa Masuk Ranah Korupsi
PUKAT menilai kasus ini sarat konflik kepentingan karena Rahmat diketahui memiliki kedekatan personal dengan sejumlah pejabat di Pemkot Makassar. Dugaan penyekapan yang melibatkan lintas daerah dan warga sipil tak bisa dianggap sepele karena menyangkut perampasan hak asasi dan integritas institusi kepolisian.
Menanggapi laporan dan pemberitaan yang berkembang, kuasa hukum Rahmat, Khairul Gaffar, S.H., memberikan klarifikasi. Dalam konferensi pers yang digelar 27 Juli 2025 lalu, ia membantah adanya penculikan atau penyekapan.
Sikum Polrestabes Tersorot, PUKAT Sulsel Minta Ombudsman dan Komnas HAM Bertindak
“Klien kami hanya berperan dalam membantu pengamanan agar tidak terjadi konflik lebih luas. Tidak ada niat jahat atau pelanggaran hukum dalam tindakan tersebut,” ujar Khairul.
Namun, kubu pelapor menilai pernyataan tersebut sebagai bentuk pembelokan fakta hukum. Hingga kini, belum ada klarifikasi resmi dari Polres Majene dan Polrestabes Makassar soal legalitas pemindahan korban lintas provinsi tanpa surat tugas dan pendampingan aparat.
PUKAT Sulsel: Ini Bukan Sekadar Penyelundupan, tapi Perampokan Berskema
Pihak kuasa hukum korban dan PUKAT menyatakan jika dalam waktu dekat tidak ada langkah hukum nyata dari dua polda, mereka akan membawa kasus ini ke Inspektorat Pengawasan Umum (Irwasum) Mabes Polri, dan mempertimbangkan laporan ke Komnas HAM serta Ombudsman RI.
“Negara hukum bukan jargon. Bila aparat bisa diam saat warga sipil dipindahkan seenaknya tanpa prosedur, maka ada yang sedang rusak dalam sistem hukum kita,” tegas Hadi Soetrisno.