MAKASSAR, MATANUSANTARA –Lembaga kepolisian kembali jadi sorotan. Kali ini, Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Sulawesi Selatan diduga melakukan pelanggaran prosedur dengan menolak laporan resmi kuasa hukum terkait dugaan persekongkolan antara warga sipil dan oknum aparat dari Polrestabes Makassar dan Polres Majene.
Kuasa hukum pelapor, Hadi Soetrisno, S.H., mengecam keras penolakan tersebut, yang dinilainya mencederai prinsip keadilan dan mencerminkan buruknya pelayanan publik di institusi penegak hukum.
“Kami datang dengan bukti dan dasar hukum yang jelas. Tapi laporan kami ditolak begitu saja hanya karena alasan lokasi kejadian di luar wilayah hukum Polda Sulsel. Ini bentuk nyata pelanggaran prosedur,” tegas Hadi usai kejadian di SPKT Polda Sulsel.
Puang Farid Buktikan Ucapanya, Oknum Polisi Yang Diduga Langgar Prosedur, Siap-Siap Diperiksa Propam
Hadi juga menjelaskan dihadapan media, bahwa berdasarkan Pasal 108 ayat (1) KUHAP, siapa pun yang mengetahui atau mengalami tindak pidana berhak melapor ke aparat penegak hukum mana pun. Hal ini juga diperkuat oleh Perkap No. 6 Tahun 2019, yang menegaskan bahwa SPKT wajib menerima dan mencatat setiap laporan, tanpa kecuali.
“SPKT tidak punya hak menolak laporan sah. Kalau memang locus-nya di luar wilayah, mereka tinggal meneruskan. Tapi ini malah ditolak mentah-mentah. Ini cacat hukum dan patut dipertanyakan,” tambahnya
Potensi Maladministrasi dan Pelanggaran UU Pelayanan Publik
Tak hanya aspek hukum acara yang dilanggar, penolakan laporan ini juga disorot sebagai bentuk maladministrasi. Hadi menyebut tindakan petugas SPKT telah melanggar UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, yang mewajibkan setiap institusi negara memberikan pelayanan tanpa diskriminasi dan secara transparan.
“Apa yang terjadi hari ini membuktikan bahwa pelayanan publik belum berpihak kepada rakyat. Kalau pengacara saja ditolak, bagaimana dengan warga biasa?” ujarnya retoris.
Laporan yang hendak diajukan menyangkut dugaan serius: persekongkolan antara warga sipil, oknum pengacara, dan aparat dalam penangkapan ilegal terhadap kliennya, Andi Asri. Penangkapan itu dilakukan tanpa status tersangka yang sah.
“Jika praktik seperti ini dibiarkan, maka hukum akan berubah jadi alat represi. Setiap orang bisa saja dijadikan korban kriminalisasi—siapa pun, kapan pun,” ujar Hadi dengan nada prihatin.
Akan Tempuh Jalur Hukum Lebih Tinggi
Atas penolakan ini, tim kuasa hukum berencana mengajukan keberatan resmi ke Kapolda Sulsel, dan meneruskan laporan ke Polda Sulawesi Barat sesuai saran petugas. Namun tak berhenti di situ, mereka juga bersiap membawa kasus ini ke Divisi Propam Polri, Komnas HAM, dan Ombudsman RI sebagai bagian dari perlawanan terhadap penyimpangan prosedur hukum.
“Ini bukan soal wilayah, ini soal prinsip. Kalau hukum bisa ditolak dengan alasan administratif, maka hancurlah perlindungan terhadap warga negara,” tegasnya.
Puang Farid Buktikan Ucapanya, Oknum Polisi Yang Diduga Langgar Prosedur, Siap-Siap Diperiksa Propam
Penolakan ini bahkan sempat memicu adu argumen antara Hadi dan petugas SPKT saat laporan hendak didaftarkan. Hadi menilai persekongkolan ini bukan kasus biasa, melainkan ancaman serius terhadap keadilan dan supremasi hukum.