MAKASSAR, MATANUSANTARA — Tuduhan pungutan liar kembali menyeruak di lingkup pemerintahan tingkat kelurahan. Kali ini, sorotan mengarah kepada Lurah Daya, Kecamatan Biringkanaya, Kota Makassar.
Sebuah media daring menurunkan laporan yang menyebut Nur Alam, lurah setempat, memperdagangkan pelataran ruko kepada para pedagang kaki lima di poros Jalan Perintis Kemerdekaan.
Laporan itu menyebut sang lurah mematok tarif sewa antara Rp2 juta hingga Rp3 juta per titik per bulan. Lokasi yang dipersoalkan berada di depan Ruko Honda dan warung makan Coto Parakatte, salah satu kawasan niaga yang cukup padat di wilayah timur Makassar.
Sedikitnya sepuluh pedagang disebut telah membayar kepada pihak kelurahan demi menempati ruang tersebut.
Menanggapi kabar itu, Nur Alam tak tinggal diam. Dalam sebuah pernyataan pada Sabtu malam, 24 Mei 2025, ia membantah keras tuduhan yang dinilainya mencemarkan nama baik dirinya sebagai aparatur sipil negara.
“Informasi itu tidak benar. Saya ini ASN, saya tahu betul aturan dan konsekuensinya. Tidak mungkin saya bermain-main di wilayah abu-abu,” ujar Nur Alam ketika ditemui di salah satu hotel di Jalan Perintis Kemerdekaan.
Ia menegaskan, pelataran yang dimaksud berada di luar kewenangan kelurahan, apalagi untuk disewakan secara pribadi.
“Jika ada yang merasa menyetor uang kepada saya, silakan dibuktikan. Saya siap hadapi secara hukum,” tambahnya.
Dalam penelusuran singkat, sejumlah pedagang yang berjualan di lokasi yang ditudingkan turut angkat bicara. Mereka membantah pernah membayar sewa kepada Lurah Daya.
“Tidak pernah kami dimintai uang,” kata salah satu pedagang yang telah berjualan lebih dari dua tahun di kawasan itu.
Kabar yang beredar, isu pungli ini didorong motif lain. Nur Alam menyebut, tuduhan tersebut diduga kuat dilontarkan oleh mantan Ketua RT 04 RW 05, Burhanuddin, yang diberhentikan dari jabatannya beberapa waktu lalu.
“Ini bermula dari rasa sakit hati seseorang yang tak lagi menjabat. Tapi kalau semua tuduhan itu bisa dibuktikan, silakan proses saya sesuai hukum,” ujarnya.
Meski sang lurah telah memberi bantahan, tekanan publik tetap menguat. Sejumlah tokoh masyarakat meminta Pemerintah Kota Makassar untuk melakukan investigasi terbuka demi menjaga integritas pelayanan publik.
“Kalau lurahnya bersih, harus dibela. Tapi kalau ada aroma busuk, tak boleh dibiarkan. Wali Kota harus turun tangan,” ujar seorang warga yang tak ingin namanya ditulis.
Dugaan pungli ini menjadi ujian serius bagi kredibilitas pemerintahan kelurahan di tengah tuntutan transparansi. Entah kabar bohong atau skandal nyata, publik menanti kejelasan. (***)