MAKASSAR, MATANUSANTARA –Kasus yang menjerat advokat WNR terkait tuduhan pencemaran nama baik menjadi sorotan publik sekaligus edukasi hukum penting mengenai hak imunitas advokat dan batasan hukum pencemaran nama baik di Indonesia khususnya di Sulsel.
Farid Mamma seorang advokat senior di Makassar dimintai tanggapannya mengenai kasus WNR, mengatakan yang pertama perlu dicermati mengenai Hak Imunitas Advokat dasar hukum dan batasannya.
Advokat WNR Dipolisikan, PUKAT Sulsel: Hak Imunitas Tidak Bersifat Mutlak
Hak imunitas advokat diatur, kata Farid, dalam Pasal 16 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, yang menyatakan “Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk kepentingan pembelaan klien dalam sidang pengadilan.”
Namun, lanjut Farid, putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 26/PUU-XI/2013 memperluas makna Pasal 16 ini, sehingga perlindungan imunitas berlaku tidak hanya di dalam sidang pengadilan, tetapi juga di luar sidang pengadilan.
“Selama advokat bertindak dengan itikad baik dan dalam rangka pembelaan kepentingan kliennya,” ucap Farid.
Lebih lanjut, urai Farid, mengenai batasan hak imunitas advokat. Di mana Advokat harus menjalankan tugas profesionalnya dalam lingkup hukum yang sah, harus bertindak dengan itikad baik (good faith), yakni bertujuan membela kepentingan klien secara profesional dan etis serta tidak boleh melanggar kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Jika advokat bertindak di luar koridor ini, misalnya melakukan pernyataan yang tidak relevan dengan pembelaan klien atau melakukan tindakan yang merugikan pihak lain tanpa dasar hukum, maka hak imunitas tidak berlaku dan advokat dapat dimintai pertanggungjawaban hukum,” terang Farid.
Dari Media Online ke Meja Polisi: Kisah Advokat Muda yang ‘Kebablasan’
Sementara mengenai regulasi pencemaran nama baik, Farid mengatakan, pencemaran nama baik di Indonesia diatur dalam beberapa ketentuan hukum utama yakni Pasal 310 KUHP ayat (1) yang mengatur pencemaran nama baik secara lisan dengan ancaman pidana penjara maksimal 9 bulan atau denda Rp4,5 juta, Pasal 310 KUHP ayat (2) mengatur pencemaran nama baik secara tertulis atau melalui media dengan ancaman pidana penjara maksimal 1 tahun 4 bulan atau denda Rp4,5 juta.
Selain itu, lanjut Farid, pencemaran nama baik melalui media elektronik diatur dalam Pasal 27 ayat (3) jo Pasal 45 ayat (1) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE yang mengancam pidana penjara maksimal 6 tahun dan/atau denda hingga Rp1 miliar bagi pelaku pencemaran nama baik melalui media elektronik.
“Perlu dicatat bahwa pencemaran nama baik merupakan delik aduan, artinya proses hukum hanya dapat berjalan jika ada pengaduan dari korban dalam jangka waktu 6 bulan sejak peristiwa terjadi,” jelas Farid.
Advokat WNR Dipolisikan, PUKAT Sulsel: Hak Imunitas Tidak Bersifat Mutlak
Mengenai keterkaitannya dengan kasus WNR sendiri, Farid mengatakan perlu dicermati dari awal peristiwanya. Di mana dari pemberitaan sejumlah media online menyebutkan jika WNR dilaporkan atas tuduhan pencemaran nama baik terkait pernyataannya mengenai kepemilikan tanah AAS Building yang dianggap merugikan pihak tertentu. WNR dalam pemberitaan sejumlah media online juga telah menegaskan bahwa pernyataan tersebut merupakan bagian dari tugasnya sebagai advokat yang membela kepentingan kliennya.
Berdasarkan Pasal 16 UU Advokat dan Putusan MK Nomor 26/PUU-XI/2013, jika pernyataan WNR dilakukan dengan itikad baik dan dalam lingkup pembelaan profesinya, maka ia berhak atas perlindungan imunitas hukum, baik di dalam maupun di luar persidangan.
Dari Media Online ke Meja Polisi: Kisah Advokat Muda yang ‘Kebablasan’
Namun, kata Farid, jika pernyataan tersebut dianggap di luar tugas profesi atau tanpa itikad baik, maka WNR dapat dijerat dengan pasal pencemaran nama baik sesuai KUHP dan/atau UU ITE,” tutur Farid.
Ia mengungkapkan, pentingnya memahami hak dan batasan advokat. Kasus sejenis ini mengingatkan masyarakat bahwa hak imunitas advokat adalah perlindungan agar advokat dapat menjalankan tugas pembelaan tanpa takut diintimidasi atau dituntut secara hukum selama bertindak profesional dan beritikad baik.
Tapi, sebut Farid, hak imunitas tidak bersifat absolut dan tidak melindungi tindakan yang melanggar hukum atau kode etik profesi. Demikian juga pencemaran nama baik, hal itu tetap menjadi pelanggaran hukum yang dapat dikenai sanksi pidana, terutama jika merugikan pihak lain secara tidak sah.
Advokat WNR Dipolisikan, PUKAT Sulsel: Hak Imunitas Tidak Bersifat Mutlak
Farid mencontohkan Kasus WNR ini hampir sama dengan kasus advokat Fredrich Yunadi, mantan kuasa hukum Setya Novanto, yang dijadikan tersangka karena diduga menghalangi penyidikan kasus korupsi e-KTP.
Di mana saat itu, akui Farid, juga menimbulkan perdebatan soal batasan hak imunitas advokat. Fredrich mengklaim dilindungi Pasal 16 UU Advokat dan Putusan MK Nomor 26/PUU-XI/2013, namun kasus ini menunjukkan bahwa imunitas tidak melindungi tindakan yang melanggar hukum.
“Kasus WNR menjadi pelajaran penting bagi masyarakat luas untuk memahami bahwa hak imunitas advokat adalah perlindungan hukum yang vital dalam penegakan keadilan, namun memiliki batasan tegas sesuai regulasi. Sementara itu, hukum pencemaran nama baik berfungsi menjaga kehormatan dan hak pribadi setiap orang. Keseimbangan antara keduanya harus dijaga agar profesi advokat dapat berjalan dengan profesional dan bertanggung jawab, serta hak individu terlindungi secara adil di bawah hukum Indonesia,” ujar Farid.
Dari Media Online ke Meja Polisi: Kisah Advokat Muda yang ‘Kebablasan’
Akhir kata, Farid mengatakan, yang terpenting dan yang lebih utama adalah seorang advokat bertindak dengan itikad baik (good faith).
Itikad baik, sebut Farid, merupakan unsur fundamental agar hak imunitas dapat diterapkan. Advokat harus bertindak dengan tujuan membela kepentingan klien secara profesional, jujur, dan sesuai dengan norma hukum dan etika profesi.
Jika advokat bertindak dengan niat buruk, seperti menyebarkan fitnah, melakukan intimidasi, atau tujuan pribadi yang merugikan pihak lain tanpa dasar hukum, maka tindakan tersebut tidak dilindungi oleh hak imunitas.
“itikad baik berarti advokat tidak menyalahgunakan profesinya untuk kepentingan yang tidak sah, dan hak imunitas hanya melekat selama advokat menjalankan pembelaan dengan itikad baik, baik di dalam maupun di luar persidangan,” Farid menandaskan.