JAM-Pidum Akhiri Perkara Tanpa Sidang, Dua Kasus Berujung Damai

By Matanusantara

MAKASSAR,MATANUSANTARA — Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana memimpin ekspose virtual terkait penyelesaian 2 perkara melalui mekanisme Restorative Justice (RJ), Selasa (12/8/2025). Salah satunya adalah perkara kekerasan terhadap anak di Kabupaten Flores Timur.

Informasi pelaksanaan RJ tersebut diterima redaksi melalui siaran pers Nomor: PR – 708/032/K.3/Kph.3/08/2025.

Kasus di Flores Timur

Tersangka Aloysius Dalo Odjan alias Jeri dan Marianus Liufung Lusanto alias Jonli dari Kejaksaan Negeri Flores Timur diduga melanggar Pasal 80 Ayat (1) jo Pasal 76C UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman pidana maksimal 3 tahun 6 bulan penjara atau denda Rp72 juta.

Mata Nusantara Hadir, Media Online Independen, Pengawal Keadilan dan Aspirasi Rakyat

Perkara ini berawal pada 14 Juni 2025 di Pantai Lamawalang, saat korban Thomas Pito Tereng (15) berada di acara pesta sambut baru. Terjadi insiden kekerasan yang menyebabkan korban mengalami memar dan lecet di beberapa bagian tubuh.

Pada 4 Agustus 2025, kedua tersangka mengakui perbuatannya, meminta maaf, dan berjanji tidak mengulanginya. Korban dan keluarga menerima permintaan maaf tanpa syarat. Proses perdamaian dilakukan secara sukarela tanpa tekanan.

Dorong Keadilan Restoratif, Kejati Sulsel Setujui Penghentian Perkara Penganiayaan di Soppeng

Kepala Kejaksaan Negeri Flores Timur Teddy Rorie, S.H. bersama Kasi Pidum dan Jaksa Fasilitator I Nyoman Sukrawan, S.H., M.H. menginisiasi penyelesaian perkara melalui RJ, yang kemudian disetujui oleh JAM-Pidum.

Kasus Kedua di Muara Enim

JAM-Pidum juga menyetujui RJ terhadap tersangka Angga bin Bastari dari Kejari Muara Enim, yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Alasan Penghentian Penuntutan

– Penghentian penuntutan melalui RJ diberikan karena:
– Perdamaian telah dilakukan dan korban memaafkan;
– Tersangka belum pernah dihukum dan baru pertama kali melakukan tindak pidana;
– Ancaman pidana di bawah 5 tahun;
– Proses perdamaian dilakukan sukarela tanpa paksaan;
– Kesepakatan damai dinilai lebih bermanfaat dibanding proses persidangan;
– Masyarakat merespon positif.

JAM-Pidum meminta para Kepala Kejari untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) sesuai Peraturan Kejaksaan RI No. 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum No. 01/E/EJP/02/2022.

(RML)

Bagikan Informasi Ini
Tinggalkan komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!