Jejak 34 Tahun Wali Kota Militer di Makassar, Begini Sejarahnya!

By Matanusantara

MAKASSAR, MATANUSANTARA – Sejarah pemerintahan Kota Makassar mencatat, selama lebih dari tiga dekade, tepatnya 1960 hingga 1994, kursi Wali Kota didominasi oleh tokoh berlatar belakang militer. Masa itu dimulai pada era transisi pasca revolusi dan berlangsung hingga memasuki awal reformasi birokrasi di tubuh pemerintahan daerah.

Salah satu figur yang paling menonjol adalah Kolonel (Purn.) Muhammad Daeng Patompo, yang memimpin sejak 8 Mei 1965 hingga 1978. Selama ±13 tahun, ia menjadi wali kota dengan masa jabatan terlama, membawa visi “Kota 5 Dimensi” dan menorehkan banyak pembangunan, meski tak lepas dari kontroversi legalisasi judi lotto untuk membiayai infrastruktur.

Mata Nusantara Hadir, Media Online Independen, Pengawal Keadilan dan Aspirasi Rakyat

Sebelum Patompo, kursi Wali Kota juga diisi oleh perwira militer seperti Andi Pangerang Pettarani (1960–1965), yang berperan memimpin di tengah pergolakan politik pasca-PRRI/Permesta.

Setelah Patompo, kepemimpinan militer berlanjut dengan Brigjen (Purn.) Achmad Lamo (1978–1983) dan Kolonel (Purn.) H. H.M. Daeng Patompo (periode singkat).

Sejarah Panjang Daeng Patompo, “Ali Sadikin” dari Makassar: Dari Medan Perang ke Balai Kota

Dominasi militer di kursi Wali Kota pada era itu bukanlah fenomena khas Makassar saja. Di banyak daerah Indonesia pada masa Orde Baru, kebijakan “Dwifungsi ABRI” memberi ruang luas bagi perwira TNI untuk duduk di jabatan sipil, dengan alasan menjaga stabilitas politik dan keamanan.

Menariknya, menjelang akhir era militer, sempat muncul figur sipil yang kemudian menjadi tokoh nasional—Jusuf Kalla yang menjabat sebagai Wali Kota Makassar dalam waktu singkat pada 1993 sebelum fokus di dunia usaha dan politik tingkat nasional.

Sejarah Deretan Wali Kota Makassar dari Tahun 1945 Hingga 2025, 4 Nama Pejabat Tidak Tercatat!!

Era 1960–1994 meninggalkan jejak kuat di wajah Makassar, dari infrastruktur jalan, kawasan perdagangan, hingga tata ruang kota. Namun, warisan ini juga menyisakan catatan bahwa pembangunan kala itu lebih menekankan stabilitas ketimbang partisipasi publik yang luas.

Editor: Ramli

Sumber: Wikipedia.org

Bagikan Informasi Ini
Tinggalkan komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!