JAKARTA, MATANUSANTARA — Usai beberapa pengamat politik mengungkap fakta penonaktifan sejumlah anggota DPR RI, Fraksi Partai NasDem tiba-tiba meminta penghentian sementara gaji, tunjangan, dan seluruh fasilitas bagi dua anggota DPR yang saat ini berstatus nonaktif.
Permintaan ini menindaklanjuti Surat DPP Partai NasDem Nomor 168-SE/DPP-NasDem/VIII yang menonaktifkan kedua anggota tersebut terhitung sejak 1 September 2025.
Dibalik Misteri Flashdisk Putih Sahroni, Isu Sensitif Bikin Geger, Ketua Fraksi Bersuara
“Fraksi Partai NasDem DPR RI meminta penghentian sementara gaji, tunjangan, dan seluruh fasilitas bagi yang bersangkutan, yang kini berstatus nonaktif, sebagai bagian dari penegakan mekanisme dan integritas partai,” ujar Ketua Fraksi NasDem DPR RI, Viktor Bungtilu Laiskodat, Selasa (2/9/2025) di Jakarta.
Viktor menambahkan, penonaktifan status keanggotaan tengah ditindaklanjuti oleh Mahkamah Partai NasDem, yang nantinya akan mengeluarkan putusan final, mengikat, dan tidak dapat digugat.
Breaking News: Sahroni Bersama Keluarganya Dinyatakan Tewas di Rumah Pribadinya
Menurutnya, seluruh langkah ini bertujuan memastikan mekanisme internal partai dijalankan secara transparan dan akuntabel.
Fraksi NasDem juga mengajak seluruh pihak menjaga keutuhan bangsa dengan mengedepankan dialog, musyawarah, dan penyelesaian perbedaan secara konstruktif, demi menjaga kepercayaan publik terhadap lembaga legislatif.
Langkah Tegas Nasdem, Dua Artis DPR Dicoret Dari Fraksi
“Mari bersama merajut persatuan dan menguatkan spirit restorasi demi membangun masa depan Indonesia yang lebih baik,” pungkas Viktor.
Sebelumnya, Anggota Constitutional and Administrative Law Society (CALS), Herdiansyah Hamzah ‘Castro’, menilai penonaktifan sejumlah anggota DPR RI sebagai upaya partai politik untuk meredam kritik publik.
Rusdi Masse Gantikan Sahroni di Komisi III, Arah Baru Fraksi NasDem?
“Saya membaca upaya penonaktifan itu adalah akal-akalan partai politik untuk menghindar dari kritik publik,” ujar Castro melalui pesan tertulis, Senin (1/9/2025).
Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman ini menambahkan, penonaktifan tidak dikenal dalam Undang-undang tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3), maupun Peraturan DPR tentang Tata Tertib.
“Dikiranya kita bodoh kali ya. Istilah penonaktifan sekali lagi tidak ada di dalam UU MD3 ataupun Tatib DPR 1/2020,” tegas Castro.
Editor: Ramli.