Oknum Wartawan di Makassar “Wakili” RSUD Haji Beri Klarifikasi, Tudingan Rp900 Ribu Tak Dijawab
MAKASSAR, MATANUSANTARA —Seorang oknum wartawan senior di Kota Makassar berinisial AI, diketahui mewakili pihak RSUD Haji Makassar dalam memberikan klarifikasi terkait pemberitaan Matanusantara.co.id yang viral di berbagai platform media sosial, Rabu (8/10/2025).
Oknum tersebut bahkan mengaku sebagai anggota organisasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan mengirimkan keterangan tertulis berjudul “Klarifikasi Terkait Perawatan Pasien Nur Aqilah di Rumah Sakit” melalui pesan WhatsApp kepada sejumlah media pada Kamis (9/10/2025).
RSUD Haji Makassar Klaim SKTM dan DTKS “Tak Berlaku”, PUKAT Desak Gubernur Lakukan Evaluasi
Dalam klarifikasi itu, AI menyampaikan bahwa pasien atas nama Nur Aqilah diterima di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Haji Makassar pada Sabtu (6/10/2025) dengan keluhan demam, muntah, dan diare, serta dirawat selama empat hari.
“Pada saat masuk, administrasi BPJS pasien tidak aktif. Sesuai aturan BPJS, pasien diberi waktu 3×24 jam untuk mengaktifkannya. Jika tidak aktif, maka pasien berlaku umum sesuai standar pelayanan rumah sakit,” tulis AI mewakili pihak RSUD Haji.
AI juga mengaku pihak RSUD Haji telah berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Bone mengenai aktivasi BPJS pasien, namun proses tersebut baru terealisasi setelah 14 hari karena Bone disebut tidak lagi menjadi prioritas Universal Health Coverage (UHC).
Lebih lanjut, AI menyebut pihak rumah sakit telah menyarankan keluarga pasien untuk mengurus Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) sebagai syarat administrasi.
“Pada hari Senin kami menyampaikan agar keluarga mengurus SKTM. Pada hari Selasa pasien diperbolehkan pulang oleh dokter penanggung jawab dan tidak dipungut biaya perawatan,” ujarnya.
Ia juga menegaskan bahwa RSUD Haji tidak menahan pasien maupun memungut biaya apa pun, serta pelayanan telah dilakukan sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) rumah sakit.
Pernyataan Manajemen RSUD Nene Mallomo Diduga Bertolak Belakang Perda Sidrap
“RS Haji sudah melayani pasien sesuai SOP yang berlaku,” tutupnya.
Namun demikian, klarifikasi tersebut menimbulkan tanda tanya baru. Pasalnya, oknum wartawan AI bukan merupakan pejabat resmi rumah sakit dan tidak memiliki kewenangan hukum untuk berbicara mewakili institusi RSUD Haji Makassar.
Sementara itu, Wakil Direktur RSUD Haji Makassar, Trini Raihana, membenarkan bahwa pasien atas nama Nur Aqilah sempat dirawat di rumah sakit tersebut.
RSUD Haji Makassar Klaim SKTM dan DTKS “Tak Berlaku”, PUKAT Desak Gubernur Lakukan Evaluasi
“Pasien A.N. Nur Aqilah? Kalau ada SKTM akan dibantu penerbitan kartu JKN bekerja sama dengan Dinas Sosial, terutama bagi pasien stunting. Sudah ada inovasi kami di RS Haji seperti itu,” ujarnya singkat.
Pasalnya, ketika dimintai klarifikasi lebih lanjut mengenai dugaan permintaan biaya sebesar Rp900 ribu kepada keluarga pasien, baik Wakil Direktur RSUD Haji maupun oknum wartawan AI enggan memberikan penjelasan.
Keduanya memilih bungkam, meski pesan konfirmasi dari media telah terbaca dengan tanda centang dua biru di aplikasi WhatsApp.
Sikap diam tersebut justru memperkuat keraguan publik terhadap transparansi pelayanan RSUD Haji Makassar, sekaligus menimbulkan pertanyaan etis: mengapa klarifikasi lembaga publik justru diwakili oleh oknum wartawan?
Sebelumnya diberitakan, Pernyataan Humas RSUD Haji Makassar yang menyebut SKTM dan DTKS “tidak berlaku” untuk pengobatan gratis memantik reaksi dari aktivis Sulsel, Farid Mamma, SH, MH, atau yang akrab disapa Puang Farid.
Puang Farid, pendiri Lembaga Direktur Pusat Kajian Advokasi Anti Korupsi (PUKAT) Sulsel, menegaskan, pernyataan RSUD Haji melabrak Peraturan Wali Kota Makassar Nomor 64 Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gratis bagi Masyarakat Miskin.
“Perwali jelas mengatur Warga yang memiliki SKTM dan tercatat dalam DTKS berhak memperoleh pelayanan kesehatan tanpa dipungut biaya di puskesmas maupun rumah sakit milik pemerintah daerah,” tegasnya kepada Matanusantara.co.id, melalui via telfon WhatsApp, Rabu (08/10/2025).
Selain itu, Puang Farid menekankan, Permenkes Nomor 43 Tahun 2019 juga mengatur kewajiban fasilitas kesehatan milik pemerintah memberikan layanan kepada masyarakat miskin tanpa diskriminasi dan pungutan.
“Pernyataan humas RSUD Haji sangat mencederai integritas pemerintahan dalam pelayanan kesehatan. SKTM dan DTKS wajib digunakan untuk pelayanan gratis, bukan untuk pengurusan BPJS, apalagi meminta biaya Rp900 ribu. Ini sangat parah,” ujarnya.
Editor: Ramli.
Wartawan: Ramadhan
Tinggalkan Balasan