Owner Usaha Rongsokan di Borong Hentikan Aktivitas, PUKAT Dorong Pemkot Makassar Tetap Usut Dugaan Pelanggaran Pidana

By Matanusantara

MAKASSAR, MATANUSANTARA — Pemilik usaha rongsokan UD Dua Jaya Raya (DJR) di bilangan Jalan Poros Borong Raya, Kecamatan Manggala, Kota Makassar, dikabarkan telah menghentikan aktivitas jual beli barang bekas usai tersorot media. Namun, langkah tersebut tidak serta-merta menghapus jejak pelanggaran hukum yang diduga telah berlangsung selama bertahun-tahun.

Di lapangan, ditemukan tumpukan barang bekas dalam jumlah besar yang menguatkan dugaan bahwa tempat tersebut tidak sekadar “transit”, melainkan difungsikan sebagai gudang penyimpanan yang jelas dilarang dalam Peraturan Wali Kota (Perwali) Makassar tentang zonasi usaha.

Mata Nusantara Hadir, Media Online Independen, Pengawal Keadilan dan Aspirasi Rakyat

Pemilik usaha, Hengki Alfons, mengklaim telah menghentikan aktivitas jual beli barang bekas dan mengalihkan usahanya menjadi penjualan galon dan isi ulang gas.

“Saya sudah setopmi membeli barang bekas dari pemulung. Tempat usaha ini saya ganti, sekarang saya menjual galon dan isi ulang tabung gas,” ujar Hengki kepada media, Selasa (25/07/2025).

Lemahnya Pengawasan!! Tempat Usaha Jual Beli Rongsokan di Kel. Borong Diduga Dijadikan Gudang

Ia juga menyebut telah dikunjungi petugas dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Makassar dan menyatakan siap menghentikan aktivitas lama. Namun, hingga berita ini diturunkan, pihak Disperindag belum memberikan klarifikasi resmi, memperkuat dugaan lemahnya pengawasan dan potensi pembiaran.

PUKAT Desak Penindakan Meski Usaha Sudah Berhenti

Direktur Pusat Kajian Advokasi Anti Korupsi (PUKAT) Sulsel, Farid Mamma, SH, MH, mendorong Pemerintah Kota Makassar tidak tinggal diam. Ia menegaskan bahwa pemberhentian aktivitas usaha tidak menghapus unsur pidana maupun administratif jika sebelumnya terjadi pelanggaran hukum.

“Masalahnya bukan berhenti atau lanjut. Pemberhentian kegiatan tidak otomatis menghapus pelanggaran, apalagi jika berlangsung bertahun-tahun tanpa izin yang benar,” tegas Farid kepada media, Kamis (31/07)

Lemahnya Pengawasan!! Tempat Usaha Jual Beli Rongsokan di Kel. Borong Diduga Dijadikan Gudang

Farid merujuk pada UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, yang menegaskan bahwa pelaku usaha wajib tunduk pada peraturan daerah terkait zonasi, lingkungan, dan izin teknis.

“Jika melanggar, bisa dikenakan sanksi administratif, pencabutan NIB/SIUP, bahkan pelaporan ke aparat penegak hukum jika ditemukan unsur pidana,” katanya.

Tegaskan Unsur Pidana, Buka Ruang Penyidikan

Farid menyatakan bahwa aparat penegak hukum (APH) tetap bisa membuka penyidikan jika terdapat unsur pelanggaran pidana, seperti pencemaran lingkungan, penghindaran pajak, atau penyalahgunaan izin usaha.

“Dokumentasi media atau temuan investigasi warga bisa digunakan sebagai alat bukti awal untuk proses hukum,” jelasnya.

Lemahnya Pengawasan!! Tempat Usaha Jual Beli Rongsokan di Kel. Borong Diduga Dijadikan Gudang

Menurutnya, temuan ini juga memperlihatkan lemahnya kontrol Pemkot Makassar, terutama dalam verifikasi teknis dan penerapan zonasi usaha oleh dinas terkait seperti PTSP dan Disperindag.

“Jika benar lokasi ini digunakan sebagai gudang, maka perizinannya patut dipertanyakan. Pemerintah wajib menertibkan untuk mencegah preseden buruk di kemudian hari,” kata Farid.

Dalih Transit Dipatahkan Regulasi

Pengelola sebelumnya menyebut tempat tersebut hanya sebagai “lokasi transit”, bukan gudang. Namun, menurut Farid, klaim ini bertolak belakang dengan ketentuan yang tertuang dalam Permendag No. 90 Tahun 2014 dan Permendag No. 16 Tahun 2021.

“Definisi gudang dalam regulasi jelas menyatakan, jika suatu tempat digunakan menyimpan barang dalam rangka kegiatan usaha, walau hanya sehari, itu sudah dikategorikan sebagai gudang dan harus memenuhi syarat izin dan zonasi,” tegasnya.

Farid menambahkan, kegiatan usaha tersebut diduga kuat melanggar Perwali Makassar No. 93 Tahun 2005 dan Perwali No. 20 Tahun 2011 yang secara tegas melarang kegiatan pergudangan di wilayah pemukiman atau zona yang tidak diperuntukkan bagi gudang.

Izin Usaha Patut Diaudit

Usaha rongsokan seperti DJR, kata Farid, seharusnya memiliki legalitas lengkap berupa SIUP/TDUP, IMB atau SPB, Izin Lingkungan, dan NPWP aktif. Jika salah satu dokumen itu tidak terpenuhi, maka usaha tersebut secara hukum masuk dalam kategori pelanggaran administratif, bahkan berpotensi melanggar hukum lingkungan dan tata ruang.

“Kisruh ini bukan sekadar masalah persepsi antara ‘gudang’ dan ‘transit’. Ini indikasi lemahnya pengawasan teknis dan minimnya koordinasi antar-instansi,” bebernya.

Sebelumnya, Menanggapi sorotan tersebut Kadis PTSP Kota Makassar, Mario Said, menyatakan akan segera menindaklanjuti dugaan pelanggaran yang terjadi.

“Iye, nanti saya koordinasikan dulu dengan dinas teknis dan Dinas Perdagangan,” ujarnya, Rabu (23/07).

Sementara itu, Lurah Borong, Andi Arfan, menyebut telah menerima informasi bahwa tempat tersebut pernah difungsikan sebagai gudang dan kini mengklaim hanya sebagai tempat transit.

“Pemilik bilang gudangnya ada di Pattallassang,” kata Arfan kepada media, Sabtu (19/07)

Namun, Farid menekankan bahwa klaim sepihak pelaku usaha tidak bisa dijadikan dasar pembenaran legalitas, apalagi jika tidak disertai audit teknis dan verifikasi lapangan dari dinas terkait.

“Kalau benar sudah melanggar peraturan dan merusak tatanan kota, tidak ada alasan untuk tidak ditindak tegas,” pungkasnya.

(RML)

Bagikan Informasi Ini
Tinggalkan komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!