JAKARTA, MATANUSANTARA –Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia gelar Konfrensi Pers di Istana Negara, pada hari Selasa 10 Juni 2025 terkait polemik tambang nikel di Raja Ampat.
Dalam konfrensi persnya Bahlil menegaskan bahwa empat Izin Usaha Pertambangan (IUP) nikel di Raja Ampat resmi dicabut, keempat perusahaan tersebut dinilai melanggar peraturan dalam konteks lingkungan.
Bahlil menegaskan, bahwa pasca rapat terbatas dengan Presiden RI Prabowo Subianto diputuskan untuk menyetop kegiatan pertambangan nikel di Raja Ampat.
Kapolda Sulsel Diingatkan Bencana Alam Awal 2024, PUKAT: Penyebabnya ‘Tambang Ilegal’
“Kami lapor Presiden mempertimbangkan berbagai hal, dan memutuskan mempertimbangkan komprehensif, bahwa 4 IUP yang di luar PT GAG Nikel itu dicabut, dan saya langsung melakukan langkah-langkah teknis berkoordinasi dengan menteri teknis untuk melakukan pencabutan,” terang Bahlil dalam Konfrensi Pers di Istana Negara, Selasa (10/6/2025).
Beliau juga membeberkan, keempat IUP yang dicabut diantaranya adalah PT Anugerah Surya Pratama (ASP), PT Mulia Raymond Perkasa (MRP), PT Kawei Sejahtera Mining (KSM), PT Nurham.
Sebelumnya Menseneg RI, Prasetyo Hadi menegaskan, atas petunjuk dari Presiden Prabowo diputuskan bahwa pemerintah akan mencabut Izin Usaha Pertambangan untuk empat perusahaan di Kabupaten Raja Ampat.
“Atas petunjuk Bapak Presiden, beliau putuskan bahwa pemerintah akan cabut izin usaha pertambangan untuk 4 perusahaan di kabupaten Raja Ampat,” terang Prasetyo Hadi, di Istana Negara, Selasa (10/06/2025).
Diketahui Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Al-Qassam Kasuba, mendesak pemerintah pusat dan daerah untuk mencabut izin pertambangan nikel di wilayah konservasi Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Al-Qassam menilai aktivitas tambang di kawasan tersebut mengancam kelestarian warisan ekologis Indonesia yang bernilai strategis secara global.
“Raja Ampat bukan hanya aset nasional, tetapi juga salah satu pusat keanekaragaman hayati laut tertinggi di dunia. Aktivitas tambang di wilayah ini jelas bertentangan dengan prinsip perlindungan lingkungan yang berkelanjutan,” kata Al-Qassam dalam keterangan tertulis, Senin (09/06).
Menurut Ia, langkah tegas berupa moratorium total terhadap aktivitas pertambangan di kawasan konservasi harus segera diterapkan.
“Pemerintah diminta tidak mengorbankan masa depan lingkungan demi kepentingan ekonomi jangka pendek,” terang Al-Qassam.
Al-Qassam juga menekankan pentingnya langkah rehabilitasi ekologis yang konkret dan terukur. Proses pemulihan, katanya, harus dilakukan secara partisipatif, melibatkan masyarakat adat dan komunitas lokal.
“Jangan sampai keuntungan sesaat menghilangkan sumber kehidupan jangka panjang masyarakat pesisir. Kehadiran tambang nikel di Raja Ampat adalah ancaman serius, bukan hanya bagi lingkungan, tetapi juga bagi ekonomi lokal berbasis pariwisata dan kelautan,” ujarnya.
Raja Ampat dikenal sebagai salah satu kawasan dengan biodiversitas laut tertinggi di dunia, memiliki lebih dari 500 spesies karang dan ribuan jenis ikan.
“Wilayah ini juga menjadi tujuan wisata unggulan Indonesia dan habitat penting berbagai spesies endemik,” ungkapnya.
Al-Qassam juga menambahkan, sudah saatnya negara menunjukkan keberpihakan yang jelas pada perlindungan lingkungan hidup.
“Kita tidak boleh rela menukar ‘surga terakhir di dunia’ dengan kerusakan permanen hanya demi keuntungan sesaat,” ucapnya.