Mata Nusantara

Akurat Tajam & Terpercaya

Putusan Eropa Guncang Prancis, Hukum Seksual Dinilai Lemah “Asisten Apoteker vs Bos”

(Ilustrasi/Dok/Chatgpt/Spesial/Matanusantara) Tampak gedung Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa (ECHR) di Strasbourg, Prancis

INDONESIA, MATANUSANTARA – Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa (ECHR) menyatakan undang-undang Prancis tentang persetujuan seksual tidak memadai. Putusan ini muncul setelah menangani kasus seorang apoteker perempuan yang menuduh atasannya memaksanya terlibat dalam hubungan seksual kasar.

Dilansir melalui AFP, dalam putusan pada Kamis (4/9/2025), ECHR menilai Prancis melanggar Konvensi Eropa tentang HAM terkait larangan perlakuan tidak manusiawi dan perlindungan kehidupan pribadi.

Kompak! Aliansi Gabungan Geruduk Gowa, Begini Tuntutan Nasional dan Lokal Massa

Pengadilan memerintahkan pemerintah Prancis membayar ganti rugi €20.000 (sekitar Rp370 juta) ditambah biaya hukum kepada korban, yang diidentifikasi dengan inisial E.A.

Kasus bermula pada 2010 ketika E.A., yang saat itu bekerja sebagai asisten apoteker kontrak di sebuah rumah sakit, menjalin hubungan sado-masokistik dengan atasannya, K.B. Ia kemudian menuduh sang atasan melakukan pemerkosaan disertai penyiksaan, kekerasan fisik dan psikologis, serta pelecehan seksual.

Stop Kekerasan! Wartawan Mitra Strategis, Mabes Polri Keluarkan Imbauan Nasional

Pengadilan tingkat pertama sempat menjatuhkan hukuman kepada K.B., namun pengadilan banding membebaskannya pada 2021 dengan alasan adanya kontrak tertulis antara keduanya, yang dianggap sebagai persetujuan.

ECHR menegaskan, persetujuan seksual dapat dicabut kapan saja, dan kontrak tertulis tidak bisa dijadikan legitimasi atas tindakan yang melibatkan paksaan.

Rutan Pangkep Gelar Upacara HUT ke-80 RI, Tanamkan Semangat Nasionalisme

Putusan ini juga menyoroti kegagalan otoritas Prancis dalam menyelidiki kasus secara efektif, sehingga menciptakan “korbanisasi sekunder” terhadap penggugat.

“Implikasi mendalam dari keputusan ini adalah bagaimana mendefinisikan pemerkosaan,” kata Nina Bonhomme Janotto, penasihat hukum dari Asosiasi Eropa Melawan Kekerasan terhadap Perempuan di Tempat Kerja (AVFT), organisasi yang mendukung penggugat.

12 Liga Sepak Bola Top Internasional, Menurut Kamu Siapa Terkuat, Berikut Daftarnya

Sementara itu, pengacara korban, Marjolaine Vignola, berharap putusan ini mendorong pemerintah Prancis untuk memperkuat undang-undang agar lebih melindungi perempuan dari kekerasan seksual.

Saat ini, Parlemen Prancis tengah membahas rancangan undang-undang yang akan secara eksplisit mendefinisikan pemerkosaan sebagai “tindakan seksual non-konsensual”.

Polantas Menyapa!! Polres Luwu Giatkan Nasionalisme Lewat Sulsel Merah Putih

Jika disahkan, beban pembuktian akan berpindah ke pihak terduga pelaku untuk membuktikan adanya persetujuan, mengikuti jejak negara-negara seperti Spanyol dan Swedia.

Editor: Ramli

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini