RM Risna di Maccis Tersorot, Camat Tamalate Janji Tindaki, Pandawa Singgung 4 Tahun ini Kemana?
MAKASSAR, MATANUSANTARA — Langkah pemerintah Kecamatan Tamalate yang baru-baru ini menertibkan Warung Risna Jaya milik Hj. Murni di Jalan Danau Tanjung Bunga, Kelurahan Maccini Sombala (Maccis) menuai sorotan tajam dari organisasi Pandawa Pattingallong.
Ketua Umum (Ketum) Pandawa, Muhammad Jamil, akrab disapa Emhil, mempertanyakan alasan aparat kecamatan baru mengambil tindakan setelah masalah ini berlangsung lama.
RM Risna di Maccis Tersorot, Camat Tamalate Janji Tindaki, Pandawa Singgung 4 Tahun ini Kemana?
Menurut Pandawa, persoalan pelanggaran pemanfaatan tanah negara dan kemacetan di kawasan Danau Tanjung Bunga sudah menjadi keluhan publik sejak bertahun-tahun. Namun, tindakan nyata baru muncul setelah kasus tersebut mencuat ke publik.
“Ada apa baru sekarang ingin bertindak? Kemarin (4 tahun lalu) di mana?” tegas Emhil saat dimintai tanggapan oleh matanusantara.co.id, Senin (24/11/2025).
RM Risna Jaya di Maccini Sombala Diduga Dibekingi, PERAK Desak Pemerintah Bertindak
Emhil menilai pemerintah kecamatan terkesan lambat dan tidak responsif terhadap keresahan warga. Menurutnya, jika memang warung tersebut melanggar aturan dan berdiri di atas tanah negara, seharusnya penertiban dilakukan jauh lebih awal.
Warung Risna Jaya Diduga Serobot Tanah Negara, Pajak Hilang Empat Tahun
Camat Tamalate Tegaskan Warung Berdiri Tanpa Izin
Sebelumnya, Camat Tamalate, H. Emil Yudianto Tajuddin, memastikan pihak kecamatan tidak pernah mengeluarkan izin operasional bagi Warung Risna Jaya.
“Kami pada dasarnya tidak pernah mengeluarkan izin. Teguran sudah kami berikan,” kata Emil melalui pesan WhatsApp, dikutip dari Kumbanews.com Sabtu malam (22/11/2025).
Warung Risna Jaya Diduga Serobot Tanah Negara, Pajak Hilang Empat Tahun
Emil menjelaskan bahwa penggunaan tanah negara sebagai lokasi usaha tanpa izin merupakan pelanggaran serius. Selain itu, keberadaan warung juga disebut memicu kemacetan kronis di depan Masjid Cheng Ho, titik akses yang memang sudah padat.
Pihak kecamatan, kata Emil, telah melakukan pendataan dan kajian lanjutan untuk menentukan langkah penanganan berikutnya.
“Kami akan menindaklanjutinya sesuai aturan yang berlaku. Tidak boleh ada usaha yang mengambil alih tanah negara semaunya,” tegasnya.
RM Risna Jaya di Maccini Sombala Diduga Dibekingi, PERAK Desak Pemerintah Bertindak
Kemacetan Jadi Keluhan Warga: “Kalau Sore, Jalan Macet Sekali”
Keluhan warga semakin menguatkan dugaan bahwa aktivitas usaha itu berdampak langsung pada kepadatan arus lalu lintas.
“Kalau sore makin macet. Jalan jadi sesak karena ramai kendaraan berhenti di depan warung itu,” kata salah satu warga kepada media.
Badan jalan kerap menyempit karena banyaknya kendaraan yang terhenti di sekitar lokasi. Dari pantauan lapangan, alur kendaraan melambat setiap hari pada jam tertentu.
Pandawa Minta Evaluasi Menyeluruh, Bukan Sekadar Teguran
Ketum Pandawa Pattingallong, Emhil, menegaskan bahwa persoalan ini tidak boleh berhenti pada teguran administratif semata. Ia meminta kecamatan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap seluruh aktivitas usaha di atas tanah negara di wilayah Tamalate.
“Bukan cuma satu warung. Semua aktivitas yang melanggar aturan harus dievaluasi. Jangan menunggu viral dulu baru bergerak,” tegasnya.
Pandawa juga mendesak pemerintah kecamatan bersikap transparan agar penindakan tidak terkesan tebang pilih.
Sebelumnya diberitakan LSM PERAK juga ikut bersuara dan menilai pembiaran berlarut ini bukan lagi persoalan administrasi, melainkan skandal pembiaran yang merusak kepercayaan publik.
Koordinator Divisi Pengaduan Masyarakat dan Kebijakan Publik LSM PERAK Indonesia, Andi Sofyan, S.H., mengkritik keras lemahnya respons instansi terkait.
“Bangunan ini jelas ilegal. APH, PUPR RI, dan instansi terkait wajib menutup dan membongkarnya. Empat tahun operasi ilegal, bebas tanpa rasa takut, ini bukan sekadar kelalaian, ini skandal pembiaran yang harus dihentikan sekarang juga,” tegasnya, Jumat (21/11/2025).
Jauh sebelumnya Warung makan Risna Jaya disoroti publik setelah empat tahun beroperasi di atas tanah negara tanpa izin dan tanpa membayar pajak.
Usaha yang berdiri sejak 2021 itu diduga menikmati omzet ratusan juta rupiah tiap bulan, namun tidak memberikan kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Kepada awak media, warga mengatakan keberadaan warung tersebut tidak hanya menimbulkan kemacetan, tetapi juga menjadi simbol pembiaran yang berkepanjangan. Mereka mempertanyakan pihak yang diduga “melindungi” usaha tersebut.
“Bayangkan, sudah beroperasi sejak 2021. Perputaran uangnya diduga hampir Rp10 juta per hari. Kalau dikali 30 hari, omzet per bulan mencapai Rp300 juta. Empat tahun berjalan, berapa pajak yang hilang? Itu baru hitungan kasar,” ungkap salah satu warga yang meminta identitasnya dirahasiakan. Selasa (18/11/2025)
Editor: Ramli.

Tinggalkan Balasan