MAKASSAR, MATANUSANTARA –Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) melalui Kepala Bidang (Kabid) Pengawasan Dedy, akan menindak lanjuti informasi dari awak media terkait perusahaan yang diduga langgar peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan dan norma ketenagakerjaan termasuk undang-undang (UU) Cipta Kerja (Ciptaker)
“Insah Allah kami akan melakukan pendekatan persuasif terhadap perusahaan dgn cara memberikan pembinaan dan apabila mereka tidak patuh terhadap segala aturan yang disampaikan atau tidak memberikan hak-hak karyawannya, maka kami akan memberikan teguran baik secara lisan maupun secara tertulis dalam hal ini Nota 1 sebagai peringatan pertama “katanya kepada awak media, Selasa (16/07/2024)
PT. MSU Terindikasi Hindari Pajak dan Diduga Langgar Regulasi Pemkot Makassar dan UU Cipta Kerja
Namun kata Dedy, kami berharap narasumber awak media bersedia melakukan pelaporan di kantor Disnaker agar kami bisa melakukan pengambilan keterangan sebagai bahan pemeriksaan nantinya di perusahaan lanjut.
“Kami akan berkordinasi terlebih dahulu oleh karyawan yang memberikan informasi kepada awak media agar dipanggil menghadap sebagai pelapor” katanya.
Dedy juga menegaskan bahwa Disnaker Sulsel berfungsi pembina dan evaluasi/pengawasan perusahaan yang diduga melanggar aturan atau regulasi tentang ketenegakerjaan.
“Yang kami tangani karyawan yang tidak diberi BPJS dan kekurangan upah kami yg tangani” tegasnya
Perjuangkan Hak Karyawan, Kajati Sulsel Tekken MoU Bersama BPJS Ketenagakerjaan
Sebelumnya diberitakan, PT. Mulya Setia Utama (MSU) perusahaan yang beroprasi sudah puluhan tahun diduga terindikasi menghindari pajak dan melanggar beberapa regulasi pemerintah kota (Pemkot) Makassar.
Sumber menyebut pelanggaran PT. MSU yakni seluruh karyawan tidak didaftarkan ke BPJS kesehatan dan ketenagakerjaan, gaji yang dibawa UMR Kota Makassar sebesar Rp 3.643.321, memiliki gudang didalam kota dan armada perusahan kurang lebih 50 unit diduga atas nama karyawan.
“Gaji kami disana tidak sesuai Upah Minimun Regional (UMR), kami di gaji perhari sebesar Rp.125 ribu untuk driver, kalau elper ada yang 60 ribu dan 70 ribu, makan ditanggung namun hanya 5 hari kerja, untuk insentif, jika dalam seminggu kita tidak Alfa bonus 50 ribu, kemudian jika kita hadis terus selama 4 Minggu (1 Bulan) bonus diberi 200 ribu” sebut Pak Supir (Samaran) saat ditemui di salah satu warkop di Kota Makassar, Kamis (04/07/2024).
Kordinator PT. MSU.
Ditemui kordinator PT. MSU, Matius utusan bos perusahan menjelaskan bahwa perusahaan yang dimaksud sebelumnya adalah PT. Mega Utama yang bekerja sama dengan pabrik terigu.
“Dulunya itu bos mengambil alih PT. Mega Utama karena pemilik aslinya bangkrut, setelah berjalan akhirnya bos sudah mengadakan mobil kurang lebih seperti yang disebut, dan betul semua mobil armada milik bos seluruhnya atas nama karyawan” katanya saat ditemui di warkop
Matius juga menyebut saat ini mobil yang atas nama karyawan saat ini sementara pengurusan balik nama ke perusahaan PT. MSU.
“Namun pemilik PT. Mega Utama mengambil kembali perusahaan itu sehingga mobil bos semua tinggal, sehingga bos membuat perusahaan PT. Mulia Setia Utama” katanya.
Hironisnya, kata Matius terkait adanya awak media konfirmasi di perusahaan adalah suatu kebaikan untuk kita sebagai karyawan karena diduga pelanggaran yang dikonfirmasi memang benar.
“Sebenarnya ketika ada wartawan menyoroti hal ini adalah keuntungan untuk kita karyawan, namun satu sisi bos waktu rapat tadi mengatakan jika perusahaan miliknya disoroti dan ditindaki katanya sudah pasra jika perusahaan ini harus di tutup, namun saya bilang jika ditutup nasib karyawan bagaimana, apalagi kita tau lowongan di kota Makassar sangat susah, jadi saya yang diutus ketemu dengan bapak” ungkapnya.
Terkait toko 44 itu, kata Matius diluar dari PT. MSU namun usaha itu milik anak bos yang gudangnya berada di pergudangan Parangloe atau talasa city
“Jadi toko 44 itu milik anaknya bos dan gudangnya ada di pergudangan parangloe” kata Matius.
Diketahui di Negara Indonesia peraturan ketenagakerjaan tentang jam kerja karyawan telah diatur dalam UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan juga PP No.35 Tahun 2021 yang merupakan bagian dari UU Cipta Kerja.
Baik UU Ketenagakerjaan maupun UU Cipta Kerja, keduanya sama-sama menetapkan dua jenis aturan jam kerja karyawan sesuai depnaker yang bisa digunakan oleh perusahaan di antaranya:
7 jam dalam sehari atau 40 jam dalam satu minggu untuk 6 hari kerja dengan 1 hari istirahat dalam 1 minggu.
8 jam dalam sehari atau 40 jam dalam satu minggu untuk 5 hari kerja dengan 2 hari istirahat dalam 1 minggu.
Berdasarkan Undang-Undang No. 13 tahun 2003, terdapat dua sistem jam kerja yang diberlakukan, yaitu 7 jam kerja dalam 1 hari atau 40 jam kerja dalam 1 minggu untuk 6 hari kerja, atau 8 jam kerja dalam 1 hari atau 40 jam kerja dalam 1 minggu untuk 5 hari kerja.
Jam kerja melebihi batasan tersebut dianggap sebagai jam kerja lembur dan harus dibayar sesuai ketentuan.
Namun, peraturan ini tidak berlaku untuk sektor-sektor tertentu dan jenis pekerjaan tertentu. Beberapa jenis pekerjaan yang berlangsung terus-menerus diatur dalam Keputusan Menteri Ketenagakerjaan dan Transmigrasi No. 233.
Jenis pekerjaan ini meliputi pelayanan jasa kesehatan, transportasi, perbaikan alat transportasi, pariwisata, pos dan telekomunikasi, penyediaan tenaga listrik dan air bersih, swalayan, media massa, pengamanan, lembaga konservasi, dan pekerjaan yang jika dihentikan akan mengganggu produksi.
PERUSAHAAN WAJIB DAFTARKAN
BPJS KETENAGAKERJAAN
Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (“UU 24/2011”), Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (“BPJS”) adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial yang terdiri atas:
BPJS Kesehatan; dan BPJS Ketenagakerjaan
BPJS Kesehatan berfungsi menyelenggarakan program jaminan kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan berfungsi menyelenggarakan program:
jaminan kecelakaan kerja;
jaminan hari tua;
jaminan pensiun; dan
jaminan kematian.
Wajib Kah Pengusaha Mendaftarkan BPJS?
Pada dasarnya, setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 bulan di Indonesia, wajib menjadi Peserta program Jaminan Sosial (kesehatan maupun ketenagakerjaan).
Pemberi kerja secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta kepada BPJS (kesehatan maupun ketenagakerjaan), sesuai dengan program jaminan sosial yang diikuti dan pekerja berhak untuk mendaftarkan diri sebagai peserta program jaminan sosial atas tanggungan pemberi kerja apabila pemberi kerja telah nyata-nyata tidak mendaftarkan pekerjanya pada BPJS.
Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja atau penyelenggara negara yang mempekerjakan pegawai negeri dengan membayar gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lainnya.
Ketentuan ini dipertegas kembali dalam Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Kepada Pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara dan Setiap Orang, Selain Pemberi Kerja, Pekerja, dan Penerima Bantuan Iuran Dalam Penyelenggaraan Jaminan Sosial (“PP 86/2013”):
Selain itu dalam Pasal 2 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2013 tentang Perubahan Kesembilan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja antara lain disebutkan bahwa pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja sebanyak 10 orang atau lebih, atau membayar upah paling sedikit Rp 1 juta sebulan, wajib mengikutsertakan tenaga kerjanya dalam program jaminan sosial tenaga kerja.
Sanksi Administratif
Jika perusahaan (pemberi kerja) selain penyelenggara negara tidak melaksanakan kewajiban mendaftarkan pekerjanya sebagai Peserta kepada BPJS adalah sanksi administratif. Sanksi administratif tersebut dapat berupa:
Teguran tertulis, dilakukan oleh BPJS;
Denda; dan/atau, dilakukan oleh BPJS
Tidak mendapat pelayanan publik tertentu, dilakukan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah atas permintaan BPJS.