Tiga Tahun Mandek, Franky Harlindong Minta Kapolda Sulsel Baru Buka Lagi Kasus Penipuan Online
MAKASSAR, MATANUSANTARA — Sudah tiga tahun berlalu sejak laporan dugaan penipuan online yang dibuat oleh Franky Harlindong diterima Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Selatan, namun perkara tersebut belum juga menemukan kepastian hukum.
Franky berharap Kapolda Sulsel yang baru segera membuka kembali penyidikan agar kasus ini tidak berhenti di tengah jalan.
“Sudah tiga tahun saya menunggu. Kami hanya ingin keadilan dan kepastian hukum,” kata Franky saat dihubungi, Sabtu (25/10).
Franky melaporkan seorang perempuan bernama Sitti Sulaeha, yang diduga menipunya melalui media sosial Facebook dan WhatsApp. Laporan tersebut teregistrasi dengan nomor STTLP/B/432/XII/2021/SPKT/POLDA SULSEL dan diterima oleh AKP Abd. Samad, S.H., M.H., yang saat itu menjabat Kepala Siaga I SPKT Polda Sulsel.
Dalam laporannya, Franky menyebut terlapor menggunakan akun dan alamat email palsu untuk melakukan penipuan dan penggelapan dana. Ia menilai tindakan tersebut melanggar Pasal 45 ayat (1) juncto Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Franky mengaku kecewa terhadap lambannya penanganan perkara ini sejak tahap awal penyelidikan. Menurutnya, berkas perkara sempat beberapa kali dikembalikan oleh Jaksa Penuntut Umum (P19) karena dinilai belum lengkap.
Terungkap!! Darmawangsyah Muin Disebut Terima Dana Rp4 Miliar Lewat Andi Fajar, Begini Prosesnya
Namun, ia menilai penyidik justru lebih berfokus pada permintaan penyitaan ponsel miliknya, sementara barang milik tersangka sama sekali tidak pernah disita.
“Tidak ada satu pun barang milik tersangka yang disita. Telepon genggam, akun, maupun email yang dipakai untuk menipu tidak disentuh penyidik,” tegas Franky.
Franky mengaku sejak awal telah meminta penyidik agar memeriksa dan menyita ponsel serta akun digital milik terlapor. Namun, ia menilai permintaan tersebut tidak pernah ditindaklanjuti oleh penyidik pembantu maupun Kasubdit yang menangani perkara.
“Mereka menganggap itu tidak penting, padahal kasus ini bersifat elektronik dan membutuhkan bukti digital,” ujarnya.
Ia menolak menyerahkan ponselnya karena tidak ada jaminan perlindungan barang bukti, khawatir rusak atau hilang tanpa pertanggungjawaban.
“Kami hanya ingin kebenaran terungkap, tapi penyidik juga harus melindungi hak pelapor,” tutur Franky.
Bongkar Penipuan Mengatasnamakan DJP, Pelajari Modusnya Agar Tak Jadi Korban
Setelah tiga tahun tanpa perkembangan berarti, Franky berharap Kapolda Sulsel yang baru dapat memberi perhatian khusus terhadap kasus tersebut. Ia menilai, penyidik seharusnya sudah memiliki cukup alat bukti untuk menuntaskan perkara, karena korban bukan hanya satu orang.
“Saksi dan korban dalam laporan ini lebih dari sepuluh orang. Seharusnya kasus ini bisa segera dilimpahkan ke pengadilan,” katanya.
Franky juga meminta agar Polda Sulsel melakukan evaluasi menyeluruh terhadap penanganan kasus-kasus siber, agar masyarakat yang menjadi korban kejahatan digital tidak kehilangan kepercayaan terhadap institusi kepolisian.
Kapolda Sulsel Berganti, Brigjen Djuhandhani Geser Irjen Rusdi Hartono
“Kami hanya ingin proses hukum berjalan sesuai aturan,” tegasnya.
Menanggapi hal itu, Kanit Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Sulsel, Kompol Iqbal, menegaskan bahwa penyidikan kasus telah berjalan sesuai prosedur. Ia menyebut penyidik sudah menetapkan tersangka dan mengirimkan berkas perkara ke kejaksaan, namun berkas dikembalikan (P19) karena masih ada petunjuk jaksa yang harus dipenuhi.
“Sebagaimana berkas yang kami terima dari pejabat sebelumnya, penyidikan terkendala karena pelapor tidak bersedia menyerahkan barang bukti (HP),” jelas Iqbal.
Menurutnya, jaksa meminta agar penyidik melengkapi bukti dengan penyitaan barang bukti berupa telepon genggam.
“Petunjuk jaksa meminta agar penyidik melakukan penyitaan terhadap barang bukti tersebut,” ujar Iqbal.
Editor: Ramli
Sumber: ANC

Tinggalkan Balasan