BANTAENG, MATANUSANTARA — Dugaan pemaksaan penandatanganan surat perdamaian oleh oknum Jaksa berinisial IBH terhadap seorang pelapor, viral di sejumlah media online.
Usai viral, Kepala Seksi Tindak Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejaksaan Negeri (Kejari) Bantaeng, Arfah Tenri Ulan, S.H., M.H., langsung mengambil alih proses penyelesaian perkara melalui mekanisme restorative justice (RJ).
Kasi Penkum Kejati Sulsel Beri Edukasi Bahayanya Narkoba di SMA IT AL-Fatih


Proses perdamaian antara pelapor MA (55), Sekdes Bonto Lojong, dan terlapor A, warga desa yang sama, digelar Senin, 4 Agustus 2025, di Aula Adhyaksa Kejari Bantaeng. Acara tersebut turut dihadiri oleh Kadis PMD H. Hariyanto, Camat Uluere H. Amiruddin, serta jaksa penyidik Ismed Bayu Hastardi, S.H. oknum yang sempat disebut dalam pemberitaan.
Pada kesempatan itu, Kasi Pidum menegaskan, Kejari Bantaeng tidak pernah memaksa pihak mana pun untuk berdamai.
Kejagung Teken MoU Bersama 4 Operator Telkomunikasi, Ternyata Tujuannya Begini
“Kami di Kejaksaan Negeri Bantaeng, tidak pernah memaksakan kehendak kedua pihak berperkara untuk bisa berdamai. Namun jika perkara itu bukan termasuk pidana berat dan bisa diselesaikan lewat proses perdamaian, maka kami akan upayakan Restorative Justice,” ujar Arfah Tenri.
Ia juga menambahkan, seluruh jaksa penyidik sudah diberi arahan tegas agar tidak melakukan pemaksaan dalam proses perdamaian.


More Read
Kasi Penkum Kejati Sulsel Jadi Narsum di UIN Alauddin Makassar, Begini Pembahasannya
“Sebagai Kasi Pidum, saya memerintahkan kepada semua Jaksa Penyidik di bagian Tindak Pidana Umum, agar tidak melakukan pemaksaan kehendak untuk mendamaikan kedua pihak yang berperkara,” tegasnya lagi.
Kasi Pidum menjelaskan bahwa kasus ini merupakan perkara pemalsuan tanda tangan oleh terlapor, yang telah mengakui kesalahannya dan menyatakan menyesal.
Aspidum Kejati Sulsel Sambut CPNS Baru Pada Saat Pimpin Apel Pagi
“Terlapor sudah mengakui perbuatannya kepada kami, Terlapor mengaku khilaf serta berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya dan Pelapor juga sudah bersepakat untuk berdamai dan tidak melanjutkan perkara ini sampai ke tahap peradilan. Namun untuk proses RJ keduanya, kami akan konsultasi dulu ke Bapak Kajari,” ucap Arfah.
Kepala Kejaksaan Negeri Bantaeng, Satria Abdi, S.H., M.H., turut menegaskan bahwa penerapan RJ harus memenuhi syarat formil dan substantif sesuai aturan.
Merasa Dispesialkan, Jampidum Terharu Disambut Oleh Seluruh Jajaran Kejati Sulsel
“Ada beberapa perkara pidana umum yang bisa diselesaikan melalui RJ, asalkan memenuhi syarat-syarat tertentu, seperti adanya kesepakatan damai antara Pelapor dan Terlapor atau antara Korban dan Pelaku,” jelas Kajari.
Ia menambahkan bahwa hasil perdamaian ini akan dilaporkan ke pimpinan di Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan sebagai bagian dari prosedur yang berlaku.
Wakajati Sulsel Ajukan RJ Perkara Dari Kejari Gowa dan Takalar, Plt Jampidum Respond Begini
“Kami akan presentase kepada Bapak Kajati bahwa untuk perkara ini, kedua pihak sudah bersepakat untuk berdamai dan tidak akan melanjutkan perkara ini sampai ke tahap peradilan,” ungkapnya.
Kajari juga menegaskan bila disetujui Kajati, maka RJ akan dijadwalkan secara resmi oleh Kejari Bantaeng.
“Damai itu merawat silaturahmi,” pungkas Satria.
Sebelumnya, Sekdes MA mengaku merasa ditekan saat diminta hadir ke Kejari Bantaeng, di mana ia disodorkan surat perdamaian yang telah lebih dulu ditandatangani oleh terlapor dan saksi.
“Hanya saya bersama Pak Desa yang ada, pihaknya (pelaku) tidak ada, dan langsung disodorkan surat pernyataan yang sudah ditandatangani oleh pelaku dan saksinya,” ujar MA, dikutip dari DNID, Rabu (30/07/2025).