Korupsi Jalan Sabbang–Tallang, PUKAT Desak Supervisi KPK Turun dan JPU Bergerak
MAKASSAR, MATANUSANTARA — Sorotan tajam kembali mengarah pada penegakan hukum di Sulawesi Selatan pasca putusan perkara korupsi proyek Jalan Sabbang–Tallang, Luwu Utara, senilai Rp55,6 miliar, yang menyeret mantan Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa Pemprov Sulsel, Sari Pudjiastuti.
Dalam fakta persidangan, muncul keterangan mengejutkan, Darmawangsyah Muin, mantan Ketua DPRD Sulsel yang kini menjabat Wakil Bupati Gowa, disebut menerima uang Rp4 miliar melalui stafnya, Andi Fajar. Namun hingga kini, belum ada langkah hukum lanjutan terhadap nama tersebut.
Terungkap!! Darmawangsyah Muin Disebut Terima Dana Rp4 Miliar Lewat Andi Fajar, Begini Prosesnya
Fakta Persidangan: Ada Penerimaan Uang Tunai Rp4 Miliar
Pengamat hukum sekaligus Direktur Lembaga Pusat Kajian Advokasi Anti Korupsi (PUKAT) Sulsel, Farid Mamma, S.H., M.H., mendesak Jaksa Penuntut Umum (JPU) agar berkoordinasi dengan Penyidik Ditreskrimsus Polda Sulsel untuk membuka kembali penyelidikan atas dasar fakta hukum tersebut.
“Ketika fakta persidangan mengungkap adanya penerimaan uang Rp4 miliar oleh pejabat publik, maka Jaksa wajib meminta penyidik melakukan penyelidikan baru berdasarkan fakta persidangan,” ujarnya kepada MataNusantara.co.id, Jumat (10/10/2025).
Farid menegaskan, fakta persidangan adalah alat bukti sah menurut hukum, karena disampaikan di bawah sumpah dan tercatat secara resmi dalam berita acara pengadilan.
“JPU tidak boleh mengabaikan fakta persidangan. Jika dibiarkan, publik akan menduga ada pembiaran atau pengabaian terhadap fakta hukum yang seharusnya menjadi dasar penyelidikan baru,” tegas Farid.
Desakan Supervisi KPK dan Pengawasan Kejati–KY
PUKAT juga mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menurunkan tim supervisi terhadap dugaan penyimpangan dalam perkara ini.
“Kami meminta KPK turun langsung mengawasi, agar tidak ada fakta yang ditutup-tutupi. Jangan sampai hukum tajam ke bawah tapi tumpul ke atas,” ujar Farid.
Ia juga meminta Kejaksaan Tinggi Sulsel dan Komisi Yudisial (KY) melakukan pengawasan terhadap proses hukum di tingkat pengadilan.
“Kejati dan KY perlu memantau jalannya perkara ini, karena jika fakta penerimaan Rp4 miliar diabaikan, publik akan kehilangan kepercayaan terhadap integritas lembaga penegak hukum,” tambah Farid
Rangkaian Fakta di Persidangan
Dalam sidang putusan di Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Senin (6/10/2025), penasihat hukum Sari Pudjiastuti, Muhammad Syafril dan Mulyarman, mengungkap bahwa uang Rp4 miliar tersebut diserahkan secara bertahap kepada staf Darmawangsyah Muin, bukan melalui transfer bank.
“Ada fakta hukum yang menyebut uang diserahkan dua tahap — Rp1,5 miliar dan Rp2,5 miliar — melalui staf Andi Fajar,” ungkap Syafril usai sidang.
Kesaksian itu diperkuat oleh terdakwa dari PT Aiwondeni Permai, Ong Onggianto, yang mengaku menyerahkan uang secara tunai disertai bukti percakapan WhatsApp yang ditampilkan dalam persidangan.
Menurut Mulyarman, bukti digital tersebut sudah cukup menjadi dasar awal penyidikan baru.
Ahli Keuangan dan LKPP Bongkar Skema Korupsi Proyek Jalan Sabbang-Tallang di Tipikor Makassar
“Penyerahan uang dilakukan tunai, bukan transfer. Jaksa bahkan menampilkan bukti percakapan yang memperkuat hal itu,” tegasnya.
Arah Politik dan Dugaan Intervensi Proyek
Syafril juga mengungkap bahwa proyek Jalan Sabbang–Tallang senilai Rp55.671.443.800 diduga merupakan proyek titipan politik.
“Darmawangsyah Muin memberi arahan agar PT Aiwondeni Permai memenangkan lelang. Saat itu dia mengatakan, ‘ini proyek saya’,” ujar Syafril.
Namun, terdakwa Sari Pudjiastuti menolak ikut campur dalam proses lelang. Meski demikian, PT Aiwondeni tetap muncul sebagai pemenang.
“Kesalahan Ibu Sari hanya karena tidak mengontrol tim Pokja. Perusahaan itu sebenarnya tidak memenuhi syarat,” tambahnya.
Vonis Ringan dan Tanda Tanya Penegakan Hukum
Majelis Hakim PN Makassar yang diketuai Andi Musyafir menjatuhkan vonis 1 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp100 juta kepada Sari Pudjiastuti, karena dinilai lalai mengawasi proses lelang.
Namun, hingga kini Darmawangsyah Muin belum pernah hadir di persidangan, meski disebut tiga kali dipanggil oleh jaksa.
“Ibu Sari dihukum karena dianggap lalai, tapi penerima uangnya tidak diproses. Ini yang beliau anggap tidak adil,” ujar Syafril.
Nama Enam Calon Hakim Agung dan Ad Hoc MA Gagal Seleksi Komisi III DPR RI
Kondisi ini memicu pertanyaan publik mengenai independensi penegakan hukum di Sulsel — apakah hukum masih berfungsi sebagai alat keadilan atau sekadar simbol prosedural.
Editor: Ramli.
Tinggalkan Balasan