Trinov Fernando Sianturi Dikecam, Ucapan Kontroversial Dinilai Lecehkan Wartawan dan Hukum
MEDAN, MATANUSANTARA — Nama pengacara Trinov Fernando Sianturi, S.H. kembali menuai kecaman setelah pernyataannya di media sosial dianggap melampaui batas dan meresahkan publik. Kritik keras datang dari berbagai kalangan, termasuk organisasi pers dan praktisi hukum di Sumatera Utara, yang menilai ucapannya mencederai kebebasan pers dan etika profesi hukum.
Ketua DPW Asosiasi Pewarta Pers Indonesia (APPI) Sumatera Utara, Hardep, menilai komentar Trinov terhadap aksi damai wartawan di Polda Sumut sebagai bentuk ketidaktahuan terhadap undang-undang.
KPK Sebut 19 Daerah di Sulsel Masih Zona Merah SPI, Ungkap Fakta Baru di Makassar
“Seorang pengacara kok tidak mengerti hukum? Seharusnya dipelajari dulu UU tentang menyampaikan pendapat di depan umum. Jangan repot dulu dia mau mempelajari UU Pers, membela klien atas nama masyarakat, apakah pelaku kejahatan di sana bukan masyarakat pelakunya dan yang kena pukul helm juga bukan bagian dari masyarakat,” tegas Hardep, di salah satu kafe di Jalan Amir Hamzah, Medan, Selasa (21/10/2025).
Hardep menambahkan, menyampaikan aspirasi atau demonstrasi adalah hak konstitusional masyarakat, sebagaimana diatur dalam UUD 1945 dan UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
Ketua PW Al-Washliyah Sumut Imbau Masyarakat Jaga Kondusifitas Daerah
Menurutnya, pernyataan Trinov yang mempersoalkan aksi damai wartawan mencerminkan sikap arogan dan menyesatkan publik.
“Sudah sangat jelas dijabarkan oleh pemerintah, tidak ada yang mengatakan wartawan harus memiliki integritas yang tinggi dan profesional. Diduga kuat pernyataannya di TikTok mengandung unsur provokatif kepada masyarakat,” ujar Hardep.
196 Napi “Bandel” Dipindahkan ke Nusakambangan, Daerah Asalnya Mengejutkan
Pernyataan tersebut menanggapi ucapan Trinov yang menyebut, “syarat menjadi negara maju di tahun 2045 adalah memiliki wartawan berintegritas tinggi dan profesional.”
Menurut APPI, komentar itu bukan hanya tidak berdasar, tetapi juga berpotensi menimbulkan kebencian terhadap profesi jurnalis.
196 Napi “Bandel” Dipindahkan ke Nusakambangan, Daerah Asalnya Mengejutkan
Selain dinilai menyinggung kalangan wartawan, Trinov juga diduga melanggar Pasal 18 ayat (1) UU Pers, karena keberatan terhadap pemberitaan oleh sekitar 20 media yang menyoroti dugaan pemukulan jurnalis oleh kliennya.
“Saya heran dengan orang ini. Silakan dia membela klien, tapi jangan menyudutkan media. Kemarin wartawan, sekarang media TV, ada apa dengan orang ini? Pak Jokowi diberitakan dugaan ijazah palsu saja tidak ribut seperti dia, dan tidak juga menyuruh ganti UU Pers. Apakah ini orang sehat, pintar, atau hanya cari panggung?” kata Hardep dengan nada geram.
Memanas!! Kritikan Pedas Putra Daerah Palopo Untuk Kapolres AKBP Dedy
Ia juga menyoroti kebiasaan Trinov yang kerap melontarkan kalimat, “kalian petinggi-petinggi wartawan di Sumut ini,” yang dinilai tidak pantas keluar dari seorang advokat.
“Seorang pengacara seharusnya punya etika dalam berkomunikasi, bukan asal bicara yang menimbulkan kontroversi,” tambahnya.
Tiga Daerah di Sulsel Dapat Peringatan Dini Gelombang Tinggi Dari BMKG
Atas sikap tersebut, APPI Sumut mendesak Dewan Pers, seluruh organisasi wartawan, serta PERADI untuk memanggil dan memberikan sanksi etik terhadap Trinov Fernando Sianturi.
Organisasi itu juga tengah menyiapkan langkah hukum dengan mengumpulkan bukti pernyataan Trinov di media sosial.
“Dalam waktu dekat kami akan mempertimbangkan proses hukum buat Trinov Fernando Sianturi, S.H., atas pernyataan kontroversialnya di TikTok. Untuk itu kami sudah mengumpulkan bukti serta akan melakukan upaya hukum dengan ancaman pasal:
– Pasal 27 ayat (3) UU ITE tentang pencemaran nama baik dan/atau penghinaan.
– Pasal 28 ayat (2) UU ITE tentang ujaran kebencian yang dapat menimbulkan permusuhan antar golongan.
– Pasal 18 ayat (1) UU Pers tentang menghalang-halangi kerja jurnalistik,” jelas Hardep.
Kecaman terhadap Trinov juga ramai di media sosial. Banyak warganet dan jurnalis menilai pernyataannya menunjukkan arogansi dan ketidakpahaman terhadap fungsi pers.
Ada Apa!? KPU Sinjai ‘Larang’ Reporter Liputan Giat Pendaftaran Calon Kepala Daerah
Beberapa tokoh media bahkan menyebut, kasus ini bisa menjadi “ujian etika profesi hukum di era digital.”
Sementara itu, hingga berita ini diterbitkan, Trinov Fernando Sianturi, S.H. belum memberikan klarifikasi atas tuduhan dan kecaman publik yang ditujukan kepadanya.
Editor: Ramli
Wartawan: Riki Medan

Tinggalkan Balasan