Warung Risna Jaya Diduga Serobot Tanah Negara, Pajak Hilang Empat Tahun
MAKASSAR, MATANUSANTARA — Warung makan Risna Jaya kembali menuai sorotan publik setelah empat tahun beroperasi di atas tanah negara tanpa izin dan tanpa membayar pajak. Usaha yang berdiri sejak 2021 itu diduga menikmati omzet ratusan juta rupiah tiap bulan, namun tidak memberikan kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Kepada awak media, warga mengatakan keberadaan warung tersebut tidak hanya menimbulkan kemacetan, tetapi juga menjadi simbol pembiaran yang berkepanjangan. Mereka mempertanyakan pihak yang diduga “melindungi” usaha tersebut.
“Bayangkan, sudah beroperasi sejak 2021. Perputaran uangnya diduga hampir Rp10 juta per hari. Kalau dikali 30 hari, omzet per bulan mencapai Rp300 juta. Empat tahun berjalan, berapa pajak yang hilang? Itu baru hitungan kasar,” ungkap salah satu warga yang meminta identitasnya dirahasiakan. Selasa (18/11/2025)
Pantauan lapangan menunjukkan bangunan Risna Jaya kini melebar jauh melebihi ukuran awal 6×12 meter, bahkan menguasai area yang disebut warga sebagai tanah negara.
Ironisnya, tepat di depan bangunan tersebut terpampang papan larangan pemanfaatan tanah negara yang mencantumkan ancaman pidana:
- Pasal 167 (1) KUHP: 9 bulan penjara
- Pasal 389 KUHP: 2 tahun 8 bulan penjara
- Pasal 551 KUHP: denda
Meski terpampang jelas aturan dan ancamannya, pelanggaran di lokasi tersebut tetap dibiarkan.
Warga mendesak pemerintah segera bertindak.
“Pemerintah Kota Makassar, kecamatan, dan kelurahan harus bertindak. Aturannya jelas. Ini tanah negara, bukan untuk dikomersilkan,” tegas warga lainnya.
Lurah Maccini Sombala, Fuad Raking, membenarkan bahwa area tersebut berada di bawah kewenangan Balai Pompengan Kementerian PUPR.
“Tanah itu di bawah Balai Pompengan. Harus dikoordinasikan dengan instansi terkait,” ujarnya melalui pesan WhatsApp, Selasa (18/11).
Fuad menambahkan pihak kelurahan akan berkoordinasi dengan kecamatan dan Dinas Perhubungan terkait kemacetan yang semakin sering terjadi.
“Soal aturan sudah jelas, namun kami tetap harus berkoordinasi dengan Balai Pompengan sebagai pemilik aset,” tuturnya.
Ia juga menegaskan dirinya baru satu bulan menjabat sebagai Lurah Maccini Sombala.
Kasus ini kini memantik perhatian publik. Pertanyaan besar yang tersisa: apakah pemerintah akhirnya berani menertibkan, atau Risna Jaya akan terus menjadi simbol pembiaran selama empat tahun terakhir?
Editor: Ramli

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan