Menelisik Kasus Daeng Aco, Dari Pelapor “Digulingkan” jadi Terdakwa
MAKASSAR, MATANUSANTARA – Disaat Kejaksaan Agung dan Kapolri berupaya membangun citra positif di mata publik. Namun, di Kota Makassar diduga muncul noda hitam yang nekat ditorehkan oleh segelintir oknum jaksa dan polisi.
Hal itupun diduga demi kepentingan, mereka seolah mencoreng institusi aparat penegak hukum (APH) yang seharusnya berdiri tegak untuk membela berpihak pada kebenaran.
Menelisik salah satu kasus, dengan mengingatkan kita seperti pada perkara “Sang Mafia” kelas kakap versi Djoko Tjandra Kota Makassar.
Dialah Daeng Aco, seorang pelapor yang seharusnya dilindungi hukum. Naas, saat ini dirinya menjadi terdakwa. Keadaan terbalik, ia digulingkan akibat adanya kriminalisasi hukum.
Sejak tahun 2019, dirinya melaporkan dugaan penipuan dan penggelapan sesuai surat Laporan Polisi. LP/321/POLDA SULSEL/2019/RESTABES MKSR. Sayangnya, alih-alih mendapatkan keadilan, langkahnya itu justru “dipeti-eskan” oleh oknum jaksa penuntut umum (jpu) dan penyidik, diduga kuat terdapat campur tangan orang dalam (Ordal) yang hendak mengambil suatu keuntungan.
Tiga kali status daftar pencarian orang (DPO) dicabut, tiga kali pula berkas dinyatakan lengkap (P.21), tetapi perkara itu tidak pernah menyentuh ruang sidang. Skandal bolak-balik berkas antara kepolisian dan kejaksaan ini menjadi cermin betapa hukum bisa “diperdagangkan” ketika berada di atas meja.
Saat ini Daeng Aco diduga jadi korban kriminalisasi hukum. Dirinya justru harus duduk di kursi terdakwa sesuai surat nomor perkara 889/Pid.Sus/2025/PN.Mks. Sekarang mendekam di penjara. Meski berada di balik jeruji besi, ia lantang bersuara dan tetap melakukan perlawanan demi mendapat keadilan.
“Saya Aco, saya adalah korban kriminalisasi hukum dan penyelewengan keadilan oleh oknum penyidik Polda Sulsel bersama oknum jaksa penuntut umum,” tegas Daeng Aco saat ditemui di Rutan Kelas I Makassar. Jumat, (26/9/2025).
Pernyataan lantang yang dikeluarkan Daeng Aco, itu sebagai bentuk perlawanan akibat kebatilan yang dialaminya. Sekarang ia sedang kecewa pada institusi penegak hukum.
Lebih jauh, terungkap adanya dua surat penetapan tersangka yang berbeda:
– Pertama; Penetapan oleh tiga orang tersangka
– Kedua; Secara misterius hanya menyisakan nama Lau Tjiop Djin alias Daeng Aco. Penetapan kedua inilah disebut-sebut ilegal oleh Daeng Aco, menurutnya, semua dibuat diam-diam demi menutup peluang upaya praperadilan.
“Kasus yang menjerat saya ini terdapat dua surat penetapan tersangka, yang pertama saat itu ada tiga nama tersangka diantara nama saya. Tapi surat yang kedua ini kenapa cuma saya sendirian, apakah hukum begini?” Ujarnya.
Mengacu pada KUHAP.
– Penetapan tersangka harus berdasar minimal dua alat bukti sah.
– Seseorang hanya bisa ditetapkan sekali sebagai tersangka dalam perkara yang sama.
– Penerbitan dua penetapan berbeda adalah cacat prosedur dan bisa dibatalkan lewat praperadilan.
– Kasus ini mempertegas pepatah getir: “Hukum hanya membela kepada yang membayar.”
Kini publik menanti, apakah suara lantang Daeng Aco diperkuat sorotan netizen akan sampai ke telinga Kapolri dan Jaksa Agung, yang sedang berjuang membangun kembali kepercayaan rakyat pada institusi penegak hukum.
Masyarakat Makassar menyerukan, saatnya menolak kriminalisasi dan menuntut keadilan ditegakkan tanpa pandang bulu. Karena bila hukum bisa diperdagangkan, maka keadilan hanya akan jadi milik mereka yang berduit.
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan