Mengutip Surah Ar-Rum! Iswanda Minta Pemerintah Benahi Tata Kelola Lingkunga
BANDA ACEH, MATANUSANTARA — Peringatan keras kembali menggema dari Aceh. Kali ini datang dari Iswanda Surya, akademisi muda dan tokoh olahraga, yang menilai kondisi lingkungan bukan hanya memburukmelainkan kian mendekati titik genting.
Dengan suara yang tenang namun sarat tekanan moral, Iswanda menegaskan bahwa bencana-bencana yang kini datang silih berganti bukanlah kutukan alam.
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” ujarnya, mengutip, QS. Ar-Rum 30:41 sebagai dasar spiritual sekaligus etis dari kritiknya.
YARA Tegas Desak Presiden: Tetapkan Bencana Nasional untuk Aceh, Sumut, dan Sumbar
Iswanda menggambarkan situasi ini sebagai akumulasi panjang dari kelalaian manusia: kebijakan yang tak berpijak pada ilmu, pengawasan yang lumpuh, serta mentalitas sebagian pihak yang rela menukar lingkungan dengan keuntungan sesaat.
“Ini bukan kejadian tiba-tiba. Kita sendiri yang membangun kondisi ini,” tegasnya, memukul telak akar masalah.
Ia menilai masyarakat saat ini dipaksa hidup berdampingan dengan ancaman yang mereka ciptakan sendiri banjir yang kian luas, cuaca ekstrem yang tak dapat diprediksi, hingga ekosistem yang pelan-pelan roboh seperti bangunan tua yang tak pernah dirawat.
Makan Gratis! Saat Aceh Dilanda Banjir, Jasa Ayah Jadi Tempat Pulang Mahasiswa
Meskipun mencegah sepenuhnya kian sulit, Iswanda menyebut mitigasi masih dapat diperkuat jika ada kemauan politik dan keberanian moral.
Iswanda mendesak pemerintah untuk membenahi tata kelola lingkungan secara menyeluruh, transparansi kebijakan, pengawasan berbasis data, penegakan hukum tanpa kompromi, serta penolakan tegas terhadap proyek yang berpotensi merusak bentang alam.
Edukasi mitigasi bencana, kata dia, harus menjadi agenda nasional yang menyentuh semua lapisan masyarakat.
Dalam pernyataan yang terasa seperti alarm terakhir, ia mengingatkan bahwa dampak kerusakan lingkungan tidak lagi abstrak.
“Bumi tidak butuh kita. Yang terancam punah bukan planetnya, tapi kita sendiri,” ungkapnya, menegaskan betapa rapuhnya posisi manusia di hadapan alam yang rusak.
Tuanku Muhammad Desak PUPR Petakan Drainase Banda Aceh Saat Banjir Terjadi
Iswanda kemudian menyerukan tobat ekologis, konsep yang ia rujuk dari seruan Paus Fransiskus pengakuan jujur bahwa manusia telah melampaui batas-batas moral yang seharusnya dijaga: batas keserakahan, batas kelalaian, dan batas pelanggaran hukum.
“Jika kita ingin masa depan yang layak bagi anak dan cucu kita, perbaikan harus dimulai hari ini,” tutupnya, meninggalkan pesan yang menggantung di udara—berat, namun tak mungkin diabaikan.
Editor: Ramli
Penulis: Rifqi Aceh

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan