Demo Besar Enrekang Tolak Tambang Emas, Massa Ultimatum Pemerintah Daerah
ENREKANG, MATANUSANTARA — Ratusan warga dari Aliansi Masyarakat Lingkar Tambang kembali turun ke jalan dalam aksi jilid II menolak rencana penambangan emas oleh CV Hadap Karya Mandiri di Kecamatan Cendana dan Kecamatan Enrekang, Senin (01/12/2025).
Aksi berlangsung tegang. Massa dari kelompok lansia hingga pemuda–mahasiswa bergerak menuju Kantor DPRD dan Kantor Bupati Enrekang sambil membentangkan spanduk penolakan.
Diduga Dana ZIS Ditilep Rp16 6 M, Kejari Enrekang Tahan 4 Komisioner Baznas
Dari pantauan awak media, mereka juga menutup akses jalan trans nasional dengan membakar ban sebagai bentuk protes keras.
Sul, selaku jenderal lapangan, menegaskan bahwa masyarakat tidak akan membuka ruang negosiasi terkait rencana tambang tersebut.
“Kami tentu kecewa sebagai warga ketika pemerintah daerah dan legislatif tidak mendukung perjuangan penolakan masyarakat terkait rencana tambang emas, karna dampak yang ditimbulkan menjadi ketakutan masyarakat ke depan dan masyarakat sudah dengan tegas menolak dan tidak ada negosiasi lagi,” ujarnya dalam orasi.
Menurutnya, wilayah yang akan ditambang memiliki karakteristik geomorfologi rentan: lereng curam, jaringan sungai kecil sebagai sumber air utama, serta area pertanian yang menjadi tulang punggung ekonomi warga. Semua itu akan terancam jika penambangan dipaksakan beroperasi.
Dugaan Cemburu, ASN di Enrekang Aniaya Sepupunya Dengan Parang
Surat penolakan masyarakat yang telah diserahkan kepada pemerintah daerah dan DPRD menjadi dasar bahwa investor tidak memiliki ruang lagi untuk melanjutkan rencana eksplorasi.
Sul memperingatkan, jika tambang tetap dipaksakan beroperasi, potensi konflik horizontal sulit dihindarkan.
“Jika dipaksakan, maka jangan salahkan masyarakat jika mereka bertindak anarkis terhadap investor. Yakin dan percaya kejadian seperti penolakan marmer dulu bisa terulang,” tegasnya.
Lebih jauh, ia menilai pemerintah daerah melakukan pembiaran terhadap potensi kerusakan lingkungan karena aktivitas tambang berada di zona merah sesuai Perda Enrekang Nomor 14 Tahun 2016 tentang RTRW.
Selain itu, proses konsultasi publik dinilai lemah dan tidak transparan, bertentangan dengan amanat UU No. 32 Tahun 2009 tentang PPLH.
Kondisi ini memperparah krisis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah daerah karena dokumen dan hasil mitigasi yang seharusnya dibuka kepada publik justru tidak diberikan.
BMKG Sulsel Keluarkan Peringatan Dini: Waspada Banjir dan Longsor Tiga Hari ke Depan
Menutup orasi, Sul kembali menegaskan bahwa masyarakat sudah sejahtera dari sektor pertanian dan tidak membutuhkan investasi yang justru mengancam keselamatan ekologis.
“Kami sudah sejahtra melalui bertani. Jangan serakah dan menzalimi demi kepentingan yang mengorbankan nasib masyarakat. Kami tidak mau seperti daerah lain yang terdampak bencana akibat tambang,” tutup Sul. (Ramli/Fajar)

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan