MAKASSAR, MATANUSANTARA — Keluarga Prada Lucky Chepril Saputra Namo menilai penetapan empat prajurit TNI sebagai tersangka dalam kasus kematian sang adik belum memenuhi rasa keadilan. Mereka meyakini jumlah pelaku penganiayaan lebih dari empat orang.
“Kalau dari kami belum sesuai. Karena setahu saya, banyak, bukan hanya 4 orang,” ujar Novilda Lusiana Hetnina Namo, kakak korban, dikutip dari tayangan Kompas TV, Senin (11/8/2025).
Menurut Lusi, penganiayaan terhadap Lucky terjadi setiap pergantian piket, yang berlangsung setiap hari. Senior secara bergiliran melakukan kekerasan hingga korban akhirnya dilarikan ke rumah sakit.
“Saya tanya kenapa, katanya senior pikir saya capek, kerja,” ungkap Lusi.
Lucky yang sehari-hari bertugas di bagian dapur batalion sempat mengeluh sakit akibat dipukul, namun tidak ingin keluarganya khawatir. Ia bahkan menolak untuk berobat ke rumah sakit batalion.
Pesan terakhir yang diterima Lusi dari adiknya adalah rencana liburan tiga hari. Tak lama kemudian, kabar mengejutkan datang: Lucky menghilang dari batalion setelah kembali dipukuli seniornya.
Korban keluar markas tengah malam dan menuju rumah mama asuhnya.
“Lucky bilang: Aduh ma, ini saya mati sudah. Saya punya luka semua di badan,” kisah Lusi.
Mama asuh kemudian mengompres luka dan menghubungi ibu kandung Lucky di Kupang. Namun, tak lama setelah itu, sekitar 15 orang dari batalion datang menjemput Lucky.
Setelah penjemputan, keluarga mengaku tidak mendapat kabar apapun hingga akhirnya mengetahui Lucky sudah berada di ruang ICU RSUD Aeramo, Nagekeo, NTT.
“Mama tiap hari WA. Tapi mereka bilang Lucky baik-baik. Mereka tutup komunikasi rapat sekali,” ucap Lusi.
Kadispenad Brigjen TNI Wahyu Yudhayana mengonfirmasi empat prajurit sebagai tersangka, yakni Pratu AA, Pratu EDA, Pratu PNBS, dan Pratu ARR. Mereka ditahan di Subdenpom IX/1-1 Ende untuk pemeriksaan lanjutan.
Penyidik masih memeriksa 16 personel lainnya dan tidak menutup kemungkinan ada tersangka baru. Namun, pihak Subdenpom IX/1-1 Ende hingga kini belum memberikan penjelasan resmi terkait hasil penyelidikan.
Kasus kematian Prada Lucky memicu sorotan publik karena terjadi hanya dua bulan setelah ia bertugas di Batalyon Teritorial Pembangunan 834/Waka Nga Mere, Nagekeo, NTT
(RML)