Klarifikasi Iptu Nardi Kanit I Satresnarkoba Polrestabes Makassar Terkait Perkara Napi Jadi DPO
MAKASSAR, MATANUSANTARA — Kanit Unit I Satresnarkoba Polrestabes Makassar, Iptu Nardi, memberikan hak jawab terkait pemberitaan salah satu media online yang menyoroti dugaan maladministrasi, kejanggalan status hukum, hingga tudingan pungutan dalam perkara narkotika yang menjerat M. FPA alias F.
Nardi menegaskan bahwa informasi yang diberitakan tidak akurat, tidak berdasar, dan sarat opini, sehingga berpotensi menyesatkan publik.
“Informasi yang beredar itu tidak akurat dan cenderung membangun opini. Proses hukum masih berjalan, jadi tidak semestinya dibuat seolah-olah sudah terjadi pelanggaran,” tegas Iptu Nardi kepada matanusantara.co.id, Senin (24/11/2025)
Kasus Pengungkapan Narkotika Polrestabes Makassar, Pelaku Utama Diduga Napi Namun Dijadikan DPO
“Proses Hukum Masih Jalan. Jangan Dibengkokkan dengan Opini”
Menurut Nardi, seluruh tahapan penyidikan dilakukan sesuai SOP dan ketentuan KUHAP, dan Undang undang No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, sehingga tuduhan adanya perubahan BAP atau kejanggalan penanganan kasus adalah spekulasi yang tidak berdasar.
“Setiap langkah penyidikan mengikuti aturan. Tidak bisa media menarik kesimpulan atau membangun narasi liar sebelum prosesnya selesai,” ujarnya.
Nardi menyebut istilah “maladministrasi”, “kejanggalan BAP”, hingga “pengalihan status” yang digunakan dalam pemberitaan tersebut justru merupakan opini liar, bukan fakta hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.
Kasus Pengungkapan Narkotika Polrestabes Makassar, Pelaku Utama Diduga Napi Namun Dijadikan DPO
Tuduhan Pungutan Rp13 Juta Disebut Tidak Benar dan bisa diklarifikasi langsung yang bersangkutan
Salah satu tudingan yang paling disorot dalam pemberitaan adalah klaim bahwa penyidik meminta uang hingga Rp13 juta kepada keluarga tersangka.
Iptu Nardi membantah keras.
“Tidak ada pungutan apa pun. Itu tidak benar. Kalau memang merasa ada pungutan, silakan menempuh jalur pengaduan resmi. Semua akan dibuktikan secara terang,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa Satresnarkoba bekerja secara profesional dan siap diaudit kapan saja.
Status A alias B Ditentukan Berdasarkan Dua alat Bukti.
Menanggapi klaim bahwa A alias B, yang disebut keluarga sebagai pemilik barang bukti, justru berstatus DPO dalam berkas dakwaan, Nardi menjelaskan bahwa penetapan status hukum seseorang bukan berdasarkan pengakuan sepihak, melainkan berdasarkan dua alat bukti yang sah.
“Tidak benar kalau dikatakan penyidik mengubah BAP atau mengalihkan kesalahan. Semua didasarkan pada fakta dan bukti hasil pemeriksaan,” ujarnya.
Penyidik Berhalangan Sakit, Bukan Menghindar
Terkait narasi bahwa penyidik Adnan menghindar dari klarifikasi, Iptu Nardi menerangkan bahwa penyidik tersebut memang sedang berhalangan sakit, sehingga belum dapat memberikan keterangan lanjutan.
“Ini bukan bentuk penghindaran. Setelah yang bersangkutan pulih, klarifikasi lengkap akan kami sampaikan,” jelasnya.
Pesan untuk Media: Berita Harus Berdasarkan Fakta dan kode etika jurnalistik
Iptu Nardi mengingatkan bahwa pemberitaan mengenai proses hukum seharusnya mengedepankan keseimbangan informasi, bukan narasi yang dapat menimbulkan tafsir keliru.
“Berita harus berdasarkan fakta, bukan interpretasi. Jangan membangun opini yang bisa mengganggu proses penyidikan,” tegasnya.
Ia memastikan bahwa Polrestabes Makassar tidak pernah mentolerir pungutan, manipulasi, maupun permainan dalam perkara narkotika.
Sebelumnya diberitakan, Pengungkapan kasus narkotika jenis sabu dan ganja sintetis oleh Unit I Satresnarkoba Polrestabes Makassar pada Sabtu, 2 Agustus 2025, sekitar pukul 18.00 WITA, di Jl. A. Tonro, Kecamatan Tamalate, kembali menuai tanda tanya. Kasus yang menjerat tersangka M. FPA alias F itu diduga sarat maladministrasi.
Dugaan tersebut mencuat setelah keluarga terdakwa, yang meminta identitasnya dirahasiakan, mengungkap kejanggalan terkait status pemilik barang bukti berinisial A alias B.
“Saya merasa heran masalah hukum yang dihadapi F. Padahal pengakuan F, barang bukti itu milik A alias B yang orangnya saat ini ada di Rutan. Namun di dalam dakwaan yang saya baca B dijadikan DPO. Saya curiga ini B membayarki sehingga penyidik ubah BAP Fahrul kasihan,” ungkap keluarga, Senin (17/11).
Editor: Ramli.

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan