Mata Nusantara

Akurat Tajam & Terpercaya

Mengenal Miss Invoicing: Modus Lama yang Buat Negara Rugi Rp1.000 Triliun per Tahun

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memberikan arahan kepada pejabat Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea Cukai di Jakarta

JAKARTA, MATANUSANTARA -‘ Di balik angka-angka penerimaan negara yang tak pernah mencapai target, terselip praktik lama yang hingga kini masih membayangi sistem fiskal Indonesia: miss invoicing. Istilah ini kembali ramai dibicarakan setelah ekonom Gede Sandra dari Lingkar Studi Perjuangan mengungkap bahwa praktik ini diduga merugikan negara hingga Rp1.000 triliun setiap tahun sepanjang dua periode pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Secara sederhana, miss invoicing adalah manipulasi nilai transaksi ekspor dan impor yang dilakukan perusahaan untuk menghindari kewajiban pajak, bea masuk, maupun Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Praktik ini dilakukan dengan mengubah nominal nilai transaksi pada dokumen perdagangan internasional.

Ahli Keuangan dan LKPP Bongkar Skema Korupsi Proyek Jalan Sabbang-Tallang di Tipikor Makassar

Ada dua bentuk utama miss invoicing:

1. Under Invoicing — Nilai transaksi dibuat lebih kecil dari yang sebenarnya. Tujuannya agar pajak ekspor, bea keluar, atau pungutan lainnya menjadi lebih ringan.

2. Over Invoicing — Nilai transaksi justru dibesar-besarkan. Biasanya dilakukan untuk memindahkan dana ke luar negeri atau mengatur ulang arus uang agar tidak terdeteksi otoritas pajak.

Status Tersangka Prof Sufirman Dicabut, Pukat Sulsel Ingatkan Penyidik Pasal 4 UU Tipikor

Menurut Gede Sandra, praktik ini bukan hanya melanggar etika bisnis, tapi juga merupakan bentuk manipulasi sistem keuangan negara.

“Angka itu terjadi 2013-2024, atau dua periode pemerintahan Jokowi. Terjadi miss invoicing atau penyelewengan angka transaksi sebesar Rp1.000 triliun per tahun. Pantas saja, pada Desember 2016, Jokowi mengaku punya data simpanan duit orang Indonesia di luar negeri sebesar Rp11.000 triliun,” ungkap Gede.

Empat Kasus Tipikor Yang Diselidiki Kejati Sulsel Resmi Dinaikan ke Penyidikan di HBA ke-64 Tahun

Praktik semacam ini menciptakan dua dampak besar: pertama, menurunkan penerimaan pajak negara, dan kedua, memperlebar kesenjangan ekonomi karena perusahaan besar mampu memanfaatkan celah regulasi untuk memperkaya diri.

Jika kebocoran ini dapat ditekan hanya 20 persen saja, maka negara bisa menyelamatkan sekitar Rp200 triliun per tahun — jumlah yang mampu membiayai berbagai program strategis nasional seperti pendidikan rakyat, infrastruktur desa, hingga reformasi ketahanan pangan.

Majelis Hakim Tipikor PN Jakpus Vonis Syahrul Yasin Limpo 10 Tahun Bui

Menanggapi fenomena tersebut, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa berkomitmen melakukan reformasi total di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC).

“Kalau riil sektor dijaga, barang-barang selundupan saya tutup, yang suka main selundupan saya tangkap. Sebentar lagi ada penangkapan besar-besaran. Saya tidak peduli di belakangnya siapa. Di belakang saya, Presiden,” tegas Purbaya di Jakarta, Sabtu (16/10/2025).

PP IPA Disinyalir Intervensi Jalannya Muswil IPA Sumut, Pimpinan Sidang Akui Ditekan

Langkah bersih-bersih ini diyakini menjadi awal penting untuk memperkuat fondasi fiskal Indonesia yang selama ini bocor akibat praktik miss invoicing, korupsi, dan penyelundupan.

Ediror: Ramli

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini
error: Content is protected !!
Exit mobile version