Miris!! Oknum Guru SMKN 4 Makassar Diduga Terapkan Hukuman Jadi ‘Babu’ Bagi Pelajar Siswi
MAKASSAR, MATANUSANTARA — Dunia pendidikan Sulawesi Selatan kembali tercoreng. Seorang oknum guru di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 4 Makassar berinisial E diduga menerapkan bentuk hukuman kepada siswi jurusan Akuntansi kelas XI dengan menyuruh mereka membersihkan peralatan makan guru, yang dinilai menyerupai perlakuan “pembantu atau babu”.
Informasi ini diterima redaksi dari seorang jurnalis lokal yang putrinya saat ini menempuh pendidikan di SMKN 4 Makassar. Dugaan tersebut mencuat setelah sang anak mengaku mendapatkan hukuman yang tidak berkaitan dengan kompetensi keahlian sesuai jurusan yang dipilihnya.
“Saya juga baru tau setelah peristiwa itu sudah terjadi kurang lebih sebulan, namun hal ini patut dipertanyakan apakah jurusan akutansi ada pelajaran yang terkesan anak saya diajari sebagai ‘babu’ atau pembantu, karena setau saya dimasa sekolah ketika guru memberikan hukuman pasti berkaitan dengan jurusan yang kita ambil” ujar AF, Sabtu (20/12/2025).
Menurut AF, keterangan itu diperoleh langsung dari putrinya yang mengaku diminta mencuci piring, gelas, dan sendok bekas makan guru di ruang guru, bukan sebagai tugas piket, melainkan sebagai bentuk hukuman.
“Kami disuruh cuci piring di ruang guru. Itu bukan tugas piket, tapi seperti hukuman. Kami merasa dipermalukan,” ujarnya mencontohkan pengakuan sang anak.
AF juga menyebut, berdasarkan penelusurannya kepada beberapa pelajar lain, terdapat oknum guru yang kerap bersikap arogan serta menjatuhkan hukuman yang tidak proporsional, sehingga memunculkan tekanan psikologis di lingkungan sekolah.
“Kabarnya ada beberapa pelajar yang sempat saya tanya-tanya tentang hal tersebut. Namun jawaban siswa tersebut oknum guru yang mengajar di sekolah anak saya banyak yang arogan terhadap muridnya,” beber AF dengan nada geram.
Ia menilai, penerapan hukuman tersebut tidak hanya melenceng dari prinsip pendidikan kejuruan, tetapi juga berpotensi merendahkan martabat peserta didik, khususnya siswi.
“Hal ini sangat tidak bisa di diam-diamkan, secara logika seorang guru akutansi seharusnya mendidik atau memberikan hukuman setidak-tidaknya berkaitan dengan pelajaran muridnya sesuai jurusannya, bukan memberikan hukuman mencuci piring bekas makan para guru, kan tindakan ini sama saja mengajarkan para pelajar menjadi pembantu atau babu,” tegasnya.
AF menambahkan, sebagai orang tua ia merasa keberatan atas perlakuan tersebut, terlebih siswi yang dikenai hukuman adalah anaknya.
“Apalagi anak saya diberikan hukuman itu, pastilah saya sebagai orang tua keberatan, apalagi saya juga berprofesi jurnalis yang bertugas kontrol sosial,” lanjutnya.
Ia kemudian memaparkan bahwa dalam sistem pendidikan kejuruan, jurusan Akuntansi memiliki fokus pembelajaran yang jelas dan terstruktur, seperti pencatatan transaksi keuangan, pengelolaan dan perhitungan keuangan, penyusunan laporan keuangan, pajak dasar, komputer akuntansi, serta administrasi keuangan.
“Sangat disayangkan jika hukuman cuci piring itu terus berlanjut, saya yakin lulusan SMKN 04 Makassar tidak mencetak siswi yang berprestasi dan sukses dengan jurusannya melainkan mencetak siswi yang sukses sebagai ‘pembantu atau babu’, karena masa sekolahnya guru yang mengajar tidak fokus dengan bidangnya,” ungkap AF.
Dari sisi regulasi, dugaan tindakan tersebut dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang menegaskan bahwa pendidikan harus menjunjung tinggi martabat peserta didik serta mengembangkan potensi sesuai bakat dan minatnya.
Selain itu, Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan juga melarang bentuk hukuman yang mengandung unsur perendahan martabat dan tekanan psikologis terhadap peserta didik.
AF mengakui dirinya memahami niat mendidik, namun menilai pendekatan yang dilakukan oknum guru tersebut keliru dan berpotensi bias gender.
“Jika pandangan orang tindakan oknum guru ini mendidik menurut saya salah, karena saya sebagai orang tua maksud dan tujuan saya menyekolakan anak saya agar dia bisa menjadi anak yang berprestasi dan berpendidikan serta menjadi orang yang sukses,” tuturnya.
Ia menegaskan, urusan domestik bukanlah ranah pendidikan kejuruan di sekolah.
“Mengapa saya bilang jika ada orang menilai itu wajar saja, karena menurut saya untuk urusan dapur dan rumah, mungkin lebih tepatnya diajarkan kepada ibu nya di rumah, karena kalau anak di sekolah untuk menimbah ilmu agar bisa pintar di bidangnya,” tambahnya.
Hingga berita ini diterbitkan, Kepala Sekolah (Kepsek) SMKN 4 Makassar maupun Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan (Disdik Pemprov Sulsel) belum memberikan klarifikasi resmi. Redaksi membuka ruang hak jawab dan klarifikasi sesuai ketentuan Pasal 5 Ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. (RAM/AF).

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan