Dibalik Tuntutan & Vonis Rendah Kasus Pemalsuan Dokumen di Bantaeng, Jaksa Sebut Didamaikan Hakim, Korban: ‘Bohong’
BANTAENG, MATANUSANTARA — Penanganan perkara pemalsuan dokumen dengan terdakwa Alif Mu’alim kembali menyeret Kejaksaan Negeri (Kejari) Bantaeng ke pusaran kritik publik. Sekretaris Desa Bontolojong, Kecamatan Ulu Ere, Muhammad Aris, secara terbuka menyebut jaksa telah memberikan keterangan keliru bahkan mencatut nama hakim sebagai dasar tuntutan rendah yang diajukan di persidangan.
Dalam perkara nomor 76/Pid.B/2025/PN Ban, JPU menuntut terdakwa dengan pidana 3 bulan penjara, meski dakwaan mengacu pada Pasal 263 ayat (1) KUHP dengan ancaman maksimal 6 tahun.
“Saya kecewa sekali, tuntutan Jaksa hanya 3 bulan padahal ancaman hukumannya 6 tahun maksimal,” ujar Aris, dikutip dari DNID, Jumat (05/12/2025).
Majelis hakim kemudian menjatuhkan vonis 2 bulan 15 hari, lebih rendah dari tuntutan jaksa.
“Hakim memvonis terpidana Alif Mu’alim hanya 2 bulan 15 hari, padahal tanda tangan dan dokumen terbukti dipalsukan,” tegasnya.
Kejanggalan Prosedur: Korban Tak Pernah Diberi Pemberitahuan Sidang
Aris mengungkap bahwa sejak hadir sebagai saksi pada sidang pertama, ia tidak lagi menerima informasi lanjutan dari penyidik, jaksa, maupun pengadilan — termasuk waktu persidangan maupun putusan.
Aktivis Antikorupsi Apresiasi Kejari Bantaeng Setelah Tetapkan Tersangka 3 Pimpinan DPRD
“Kami tahunya dari orang lain, itu pun setelah lewat masa banding. Kami ini orang kampung, tidak tahu buka aplikasi atau apapun itu untuk mengecek. Harusnya ada kabar ke kami, kami sangat kecewa,” katanya.
Informasi ini menimbulkan dugaan serius adanya pelanggaran administratif karena pemberitahuan kepada saksi/korban merupakan bagian dari kewajiban aparat penegak hukum.
Jaksa Klaim Ada Perdamaian oleh Hakim, Korban Menantang: ‘Itu Bohong’
3 Pimpinan dan Sekwan DPRD Bantaeng Jadi Tersangka Korupsi Dana Tunjangan Kesejahteraan
Kasi Intel Kejari Bantaeng, Izmed Bayu Hastardi, memberi alasan bahwa tuntutan 3 bulan salah satunya karena perkara disebut sudah ada perdamaian.
“Soalnya sudah didamaikan juga oleh hakim. Mungkin itu menjadi salah satu pertimbangan hakim juga. Malah putusannya diturunkan dari tuntutan,” ujarnya.
Namun klaim tersebut langsung dibantah keras oleh Aris.
“Saya tidak pernah didamaikan oleh hakim dengan terpidana Alif Mu’alim, itu bohong,” tegasnya.
Aris menjelaskan bahwa yang pernah terjadi adalah upaya perdamaian oleh jaksa, bukan hakim, dan pertemuan itu pun gagal karena terdakwa tidak bersedia berdamai.
“Pernah diusahakan damai oleh Jaksa sebelum sidang, tapi terpidana Alif Mu’alim tidak mau damai akhirnya lanjut. Setelah itu, tidak pernah ka dikasih damai sama hakim seperti pengakuan Jaksa Izmed,” jelasnya.
Menguatnya Dugaan Mafia Hukum
Kontradiksi pernyataan antara jaksa dan korban memunculkan kecurigaan adanya praktik mafia hukum, terlebih putusan yang dinilai tidak mencerminkan kerugian yang dialami korban akibat pemalsuan dokumen.
Majelis hakim dalam perkara ini adalah Kinasih Puji Utami (Hakim Ketua), didampingi Akbar Dwi Nugrah Fakhsirie dan Tri Haryono Patria Mangambe. Putusan dibacakan pada Rabu (5/11/2025).
Kasus Bermula dari Dokumen Ahli Waris Palsu
Kasus ini berawal dari laporan Aris ke Polres Bantaeng pada 12 November 2024 setelah ia mendapati nama, tanda tangan, dan jabatannya dicatut dalam dokumen keterangan ahli waris serta surat kematian.
“Dokumen itu dibuat Alif Mualim tertanggal 27 Oktober 2023 untuk disetor ke Pengadilan Agama Bantaeng. Dalam surat itu ada kesalahan NIP dan stempel. Saya tegaskan, saya tidak pernah membuat surat tersebut,” jelas Aris.
Sebelumnya diberitakatan Dugaan pemaksaan penandatanganan surat perdamaian oleh oknum Jaksa berinisial IBH terhadap seorang pelapor, viral di sejumlah media online.
Usai viral, Kepala Seksi Tindak Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejaksaan Negeri (Kejari) Bantaeng, Arfah Tenri Ulan, S.H., M.H., langsung mengambil alih proses penyelesaian perkara melalui mekanisme restorative justice (RJ).
Proses perdamaian antara pelapor MA (55), Sekdes Bonto Lojong, dan terlapor A, warga desa yang sama, digelar Senin, 4 Agustus 2025, di Aula Adhyaksa Kejari Bantaeng. Acara tersebut turut dihadiri oleh Kadis PMD H. Hariyanto, Camat Uluere H. Amiruddin, serta jaksa penyidik Ismed Bayu Hastardi, S.H. oknum yang sempat disebut dalam pemberitaan.
Pada kesempatan itu, Kasi Pidum menegaskan, Kejari Bantaeng tidak pernah memaksa pihak mana pun untuk berdamai.
“Kami di Kejaksaan Negeri Bantaeng, tidak pernah memaksakan kehendak kedua pihak berperkara untuk bisa berdamai. Namun jika perkara itu bukan termasuk pidana berat dan bisa diselesaikan lewat proses perdamaian, maka kami akan upayakan Restorative Justice,” ujar Arfah Tenri. (Ram/Hum)
Judul Foto:
Sekdes Bontolojong Tegaskan Tak Pernah Didamaikan Hakim PN Bantaeng
Keterangan Foto:
Muhammad Aris menunjukkan dokumen laporan yang menjadi dasar laporannya, sekaligus membantah keras klaim perdamaian yang disampaikan pihak jaksa.
10 Tagar Populer:
KasusPemalsuanDokumen, KejariBantaeng, PNBantaeng, MafiaHukum, HukumLemah, SuaraKorban, BantaengUpdate, PeradilanIndonesia, KeadilanUntukAris, PraktikHukumBermasalah

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan